POLHUKAM.ID - Hubungan antara Presiden Prabowo Subianto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tengah diuji oleh tudingan serius.
Menurut mantan perwira intelijen, Kolonel (Purn) Sri Radjasa, Kapolri diduga telah melakukan setidaknya tiga tindakan insubordinasi atau pembangkangan terhadap Presiden, sebuah pelanggaran yang ia sebut masuk dalam ranah pidana.
Tudingan ini memicu pertanyaan besar mengenai soliditas komando di salah satu institusi terpenting negara.
Apakah ini merupakan manuver politik internal Polri, atau sebuah kegagalan dalam menerjemahkan perintah kepala negara?
Berikut adalah tiga dugaan insubordinasi yang diungkap oleh Sri Radjasa dalam sebuah video yang tayang di Youtube Forum Keadilan TV, 25 September 2025.
Dugaan insubordinasi pertama dan yang paling mencolok adalah langkah Kapolri Sigit membentuk tim reformasi internal Polri yang beranggotakan 52 perwira aktif.
Menurut Sri Radjasa, tindakan ini adalah perlawanan langsung terhadap kebijakan Presiden Prabowo yang telah lebih dulu mengumumkan akan membentuk tim reformasi eksternal yang diisi tokoh kredibel seperti Ahmad Dofiri dan Mahfud MD.
"Tim reformasi yang dibentuk Kapori ini adalah semacam tindakan insubordinasi terhadap kebijakan Presiden Prabowo," tegas Sri Radjasa.
Ia bahkan menyebutnya sebagai "kudeta kebijakan", karena semangat kedua tim dinilai bertentangan.
Tim Presiden bertujuan meluruskan Polri, sementara tim internal Polri dituding hanya untuk "mengamankan privilege dan luxuri" yang sudah ada.
Kejanggalan semakin menguat karena momentum pengumuman tim internal tersebut. Sri Radjasa menyoroti bahwa kebijakan strategis itu diumumkan justru pada saat Presiden Prabowo sedang tidak berada di dalam negeri.
"Ketika presiden tidak ada, Sigit membuat kebijakan yang sangat strategis sekali, ya kan ini bahaya, Pak," ujarnya.
Menurutnya, ini bukanlah sekadar masalah teknis waktu, melainkan sebuah manuver yang tidak etis dan menunjukkan pembangkangan.
Ia meyakini Presiden Prabowo "sangat-sangat pertama bingung, kedua marah" atas tindakan tersebut. Sri Radjasa mengungkap bahwa ini bukan kali pertama Kapolri Sigit mengabaikan perintah.
Berdasarkan informasi intelijen A1, ia menceritakan sebuah insiden pada tahun 2025 di mana Presiden secara spesifik memerintahkan Sigit untuk menempatkan seorang perwira penerima Adhi Makayasa sebagai Kapolda dalam mutasi yang akan datang.
Namun, saat Surat Keputusan (SK) mutasi terbit, nama perwira tersebut tidak ada. "Tidak ada satu nama, dia (Presiden) marah-marah, baru disusulkan.
Coba, ini kan melawan perintah," tutur Sri Radjasa. Menurut Sri Radjasa, yang memiliki latar belakang militer, tindakan insubordinasi bukanlah pelanggaran disiplin biasa.
Ia menegaskan bahwa melawan perintah atasan, apalagi Presiden, adalah tindakan pidana yang sanksinya sangat berat. "Sanksinya penjara dan pecat. Cuma itu dua," katanya.***
Sumber: konteks
Artikel Terkait
Sri Radja Ungkap Skenario Suksesi Kapolri dan Kandidat Kuda Hitam Pilihan Prabowo
Jokowi Ketakutan dengan Nasib Politik Gibran pada 2029
Refly Harun: Jadi Wali Kota Saja Gibran Tak Layak!
Rocky Gerung Walk Out dari Panggung Rakyat Bersuara yang Dipandu Aiman, Muak dengan Kedunguan