"Situasi itu diciptakan agar terkesan PDIP sebagai partai terbuka yang membuka peluang untuk banyak tokoh, termasuk AHY, meskipun sebenarnya PDIP memiliki pilihan sendiri dan memungkinkan semua nama yang mereka sebut justru tidak masuk radar elite PDIP, utamanya Joko Widodo dan Megawati," lanjut Dedi Kurnia Syah saat dihubungi, Kamis (29/6/2023).
Ia menambahkan bahwa propaganda yang sedang dimainkan PDIP bisa mencerminkan bahwa partai pemenang Pemilu 2019 ini sedang tidak percaya diri. PDIP mengalami keraguan karena banyak partai tidak tertarik terhadap mereka.
Selain itu, bila menyimak karakter Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri tentang penentuan cawapres, PDIP ingin mengulang skema pemilihan cawapres untuk Presiden Joko Widodo pada Pilpres 2019, di mana pendamping Jokowi adalah Maruf Amin dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU).
Tokoh seperti itu diprediksi sedang dicari-cari PDIP untuk mendampingi Ganjar Pranowo dalam Pilpres 2024.
"Jika membaca karakter Megawati, justru ada kesan Ganjar akan disandingkan dengan tokoh sepuh dari NU, PDIP termasuk partai yang sangat ingin menguasai secara penuh. Artinya jika mereka menang, mereka sulit berbagi kekuasaan dengan yang lain, untuk itu memilih cawapres yang pasif sebagaimana Maruf Amin, itu masih menjadi pilihan," pungkasnya.
Sumber: suara
Artikel Terkait
Puan Maharani Bongkar Masalah Utang Whoosh: DPR Akan Usut Tuntas!
Prof Henri Balik Badan Bongkar Rekayasa Gibran Cawapres: Saya Kecewa dengan Jokowi!
Misteri Dewa Luhut di Balik Proyek Whoosh: Rahasia yang Baru Terungkap
Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Whoosh: Dugaan Markup Rp 60 Triliun dan Potensi Kerugian Negara