PBHI Anggap MK sebagai Mahkamah Keluarga, Jokowi Kerja Sama dengan Adik Ipar untuk Usung Gibran

- Minggu, 20 Agustus 2023 | 01:30 WIB
PBHI Anggap MK sebagai Mahkamah Keluarga, Jokowi Kerja Sama dengan Adik Ipar untuk Usung Gibran


Dia mengatakan gugatan ambang batas usia yang diajukan PSI ke MK tidak dapat dilepaskan dari dua fakta. Pertama, PSI adalah partai komprador Presiden Jokowi. Kedua, posisi pencalonan Gibran Rakabuming sebagai cawapres, yang tidak lain adalah putra kandung Presiden Jokowi.


Menurut Julius, fakta ini membawa presumsi bahwa permintaan penurunan batas usia capres-cawapres dalam gugatan PSI untuk memuluskan jalan Gibran yang digadang-gadang menjadi pasangan Prabowo Subianto (Menteri Pertahanan). Mereka bermodal propaganda melalui survei yang melampaui cawapres yang ada (Erick Thohir, Muhaimin Iskandar, bahkan Airlangga Hartarto) dan jabatan inkumben sebagai Wali Kota Solo. "Tidak terlihat adanya persoalan diskriminasi hak politik dalam gugatan PSI, yang jelas justru perlakuan khusus melalui rekayasa legislasi," ujarnya.


Khawatir Akan Bait Akhir: Putusan Hakim Harus Patuh Konstitusi, Bukan Kepentingan Presiden Jokowi


Peneliti PBHI Andi Nur Ilman menyatakan agaknya mustahil berharap MK tidak dimaknai sebagai Mahkamah Keluarga ketika perkara yang isinya berelasi kuat dengan anak kandung Presiden Jokowi, Gibran. Gugatan itu diajukan oleh komprador Presiden Jokowi, kepada lembaga dengan salah satu hakimnya adalah adik ipar Presiden Jokowi. "Nyaris tidak mungkin tidak ada cawe-cawe. It’s all about, and it’s on Presiden Jokowi," ujar Andi. Karena itu, ia menilai wajar jika publik khawatir akan bait akhir putusan MK akan mutlak dikabulkan sepenuhnya, seperti didikte. 


Mengingat, kata dia, pendiktean MK juga terlihat jelas dari preseden buruk gugatan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang sangat mirip dengan ambang batas usia capres-cawapres yang diajukan oleh PSI. Yakni, terkait batas usia komisioner KPK: usia diturunkan, lalu diberi embel-embel 'berpengalaman sebagai pimpinan lembaga'. "Jangan sampai pen-dikte-an Putusan MK seperti copy-paste Putusan Nurul Ghufron untuk PSI, yakni “Ambang batas usia capres-cawapres diturunkan menjadi 35 tahun dengan syarat berpengalaman sebagai pimpinan pemerintahan (baca: kepala daerah)," ujarnya.


Ia meningatkan hakim konstitusi bahwa masa jabatan sebagai hakim terbatas. Nasib hakim pun berubah-ubah tergantung rezim. "Seperti dua hakim Konstitusi yang dicokok KPK sampai masuk penjara. Tidak ada jaminan 'kebebasan dan keselamatan' hakim Konstitusi pasca selesai masa jabatan.," ucap Andi.


Oleh sebab itu, Andi kembali mengingatkan hakim Konstitusi harus menjaga nama-nama baik yang melekat sejak berdirinya MK, yakni penjaga Konstitusi (the guardian of the constitution), pelindung demokrasi (the protector of democracy), pelindung hak asasi manusia atau HAM (the protector of human rights), penafsir final konstitusi (the final interpreter of the constitution), pelindung hak konstitusional warga negara (the protector of the citizen's constitutional rights), pengawal ideologi negara (the guardian of state ideology). Ia menyatakan semua nama-nama baik ini akan terwujudkan jika MK tetap berpegang pada konstitusi dan menegaskan ambang batas usia capres-cawapres bukanlah diskriminasi melainkan kualifikasi. "Dan menolak despotisme kekuasaan eksekutif yang bahkan melebihi rezim otoritarian Orde Baru yang hanya menempatkan legislatif di bawah kekuasaan politik praktisnya, bukan yudikatif apalagi Mahkamah Konstitusi," kata Andi.


Sumber: tempo

Halaman:

Komentar