"Seberapa baik Presiden dan Wakil Presiden bisa mengelola kelompok politik atau koalisi di luar pemerintahan untuk memastikan keterwakilannya dalam pemerintahan. Ini sangat penting soal keterwakilan, sehingga dukungan pemerintahannya semakin kuat," ujar Delmus.
Delmus melanjutkan, pastinya akan selalu ada orang-orang yang pandangan yang berbeda dengan berbagai standar etik sendiri-sendiri. Seperti kejadian di Bali, orang yang berjilbab dan tidak berjilbab pastinya memiliki standar etik masing-masing.
"Terlalu dominan politis, narasi yang ada tidak berimbang, bagi yang capres terpilih bagaimana mengelola keterwakilan dari seluruh kelompok politik untuk turut andil dalam pemerintahan," kata Delmus.
Sementara itu Juhaidy Rizaldy SH MH yang hadir sebagai narasumber punya pendapat soal kandidat capres yang cacat etik.
"Prabowo-Gibran yang dituduh sebagai kandidat cacat etik tidak benar. Etik dalam hal ini hanya sebatas peraturan DKPP atau MKMK," tutur Direktur Eksekutif Indonesia Law & Democracy Studies (ILDES) ini.
Menurut Juhaidy, kedudukannya ada di bawah Undang-Undang. "Jadi bukan permasalahan etika mendapat yang dibenarkan dalam filsafat hukum. Jadi tidak ada permasalahan yang urgent," bebernya.
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: manadopost.jawapos.com
Artikel Terkait
Puan Maharani Bongkar Masalah Utang Whoosh: DPR Akan Usut Tuntas!
Prof Henri Balik Badan Bongkar Rekayasa Gibran Cawapres: Saya Kecewa dengan Jokowi!
Misteri Dewa Luhut di Balik Proyek Whoosh: Rahasia yang Baru Terungkap
Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Whoosh: Dugaan Markup Rp 60 Triliun dan Potensi Kerugian Negara