Ia memberikan contoh putranya, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang memilih untuk pensiun dari militer sebelum berkarier di dunia politik.
AHY dan beberapa mantan perwira tinggi lainnya juga menyoroti kenaikan pangkat Teddy yang dinilai tidak sesuai dengan sistem meritokrasi di TNI.
Menurut mereka, jabatan Sekretaris Kabinet seharusnya diisi oleh perwira dengan pengalaman yang lebih matang dalam dunia militer.
Mereka menyoroti bagaimana banyak prajurit yang bertugas di daerah konflik seperti Papua atau menjalani misi perdamaian di luar negeri harus meniti karier dari pangkat Mayor hingga Kolonel dan Jenderal dengan proses yang lebih panjang.
Penunjukan dan kenaikan pangkat Teddy Indrawijaya juga memunculkan pertanyaan mengenai dampaknya terhadap organisasi TNI.
Dalam struktur kepangkatan, jabatan Sekretaris Kabinet dianggap setara dengan perwira tinggi berpangkat Jenderal bintang satu atau dua.
Oleh karena itu, dipertanyakan mengapa posisi tersebut diisi oleh seorang Mayor yang seharusnya masih bertugas di internal TNI.
Selain itu, kritikus menilai bahwa pemimpin sipil seharusnya tidak melakukan kontrol subjektif dalam promosi militer.
Mereka menegaskan bahwa promosi dalam TNI seharusnya dilakukan secara objektif, transparan, dan sesuai dengan jenjang kepangkatan serta masa dinas yang telah ditentukan.
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi lebih lanjut dari institusi TNI mengenai proses kenaikan pangkat Teddy Indrawijaya.
Namun, keterbukaan dalam sistem promosi perwira di TNI menjadi sorotan utama publik, terutama mengenai bagaimana kebijakan ini diterapkan secara adil bagi seluruh personel militer.
Sumber: PorosJakarta
Artikel Terkait
Puan Maharani Bongkar Masalah Utang Whoosh: DPR Akan Usut Tuntas!
Prof Henri Balik Badan Bongkar Rekayasa Gibran Cawapres: Saya Kecewa dengan Jokowi!
Misteri Dewa Luhut di Balik Proyek Whoosh: Rahasia yang Baru Terungkap
Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Whoosh: Dugaan Markup Rp 60 Triliun dan Potensi Kerugian Negara