POLHUKAM.ID - Habib Rizieq Shihab, menegaskan para pelapor dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo bisa terancam pasal pencemaran nama baik jika nantinya pengadilan memutuskan bahwa dokumen tersebut sah dan asli.
"Kalau ijazah Jokowi setelah diputus pengadilan terbukti asli, maka Jokowi baru bisa melaporkan Rismon Sianipar, Roy Suryo, dr. Tifauziah Tyassuma, Rizal Fadillah, dan advokat berinisial K dengan pasal pencemaran nama baik dan fitnah," ujar Habib Rizieq dalam podcast Sentana TV, Senin, 5 Mei 2025.
Rizieq merujuk pada Pasal 310 dan 311 KUHP yang mengatur soal pencemaran nama baik dan fitnah seperti yang dilaporkan Jokowi bersama kuasa hukumnya, belum lama ini.
Meski begitu, Habib Rizieq mengingatkan agar proses hukum berjalan sesuai koridor.
Rizieq meminta Kapolda Metro Jaya tidak memproses laporan Jokowi sebelum ada keputusan hukum yang menetapkan keaslian ijazah tersebut.
Putusan pengadilan yang bisa memutus ijazah Jokowi asli berdasarkan uji forensik baru bisa melanjutkan kasus pencemaran nama baik terhadap Rismon cs.
โJangan sampai orang yang sedang mencari kebenaran malah dikriminalisasi sebelum kebenaran itu dibuktikan,โ tegas Rizieq.
๐๐
Sebagaimana diketahui, pada 30 April 2025, Presiden Jokowi melalui tim kuasa hukumnya melaporkan lima tokoh ke Polda Metro Jaya atas dugaan pencemaran nama baik dan penyebaran informasi bohong terkait isu ijazah palsu.
Laporan itu mencakup Pasal 310 dan 311 KUHP serta Pasal 27A, 32, dan 35 UU ITE.
Salah satu yang dilaporkan, Rismon Sianipar, justru melihat laporan itu sebagai momentum untuk membuka secara ilmiah keaslian dokumen akademik Jokowi.
Ia meminta kepolisian agar menguji secara forensik seluruh data akademik Jokowi, termasuk kertas, tinta, hingga teknologi cetak.
Artikel Terkait
Puan Maharani Bongkar Masalah Utang Whoosh: DPR Akan Usut Tuntas!
Prof Henri Balik Badan Bongkar Rekayasa Gibran Cawapres: Saya Kecewa dengan Jokowi!
Misteri Dewa Luhut di Balik Proyek Whoosh: Rahasia yang Baru Terungkap
Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Whoosh: Dugaan Markup Rp 60 Triliun dan Potensi Kerugian Negara