POLHUKAM.ID - Nama Hercules kembali menjadi sorotan publik setelah pernyataannya terkait situasi politik nasional beredar luas.
Tokoh yang dikenal sebagai mantan preman legendaris ini menyita perhatian karena komentarnya yang menanggapi isu pencopotan Gibran Rakabuming Raka dari posisi Wakil Presiden RI.
Isu tersebut mencuat setelah Sutiyoso, mantan Kepala BIN dan Gubernur DKI Jakarta, melontarkan komentar yang memancing reaksi dari berbagai pihak.
Hercules, yang dikenal memiliki kedekatan dengan kalangan tertentu di pemerintahan, lantas menyatakan pendapatnya secara terbuka.
Pernyataannya itu pun viral di media sosial dan menimbulkan berbagai reaksi, termasuk dari tokoh nasional seperti Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo.
Namun, bukan hanya itu yang membuat nama Hercules kembali dibicarakan.
Sebuah tayangan video percakapan lama antara dirinya dan Habib Bahar bin Smith kembali beredar dan menjadi perbincangan hangat di jagat maya.
Dalam tayangan tersebut, tampak jelas keduanya terlibat dalam obrolan hangat dan akrab, meskipun sempat dirumorkan berseteru.
Hercules menjelaskan bahwa dirinya menghubungi Habib Bahar secara langsung untuk membahas situasi yang saat itu sedang ramai di media sosial.
Ia merasa ada pihak-pihak yang sengaja memelintir isu dan membenturkan namanya dengan Habib Bahar.
“Saya telpon Habib karena situasi kondisi,” ujar Hercules dalam video YouTube yang diunggah di kanal resmi milik Habib Bahar bin Smith.
Menurut Hercules, saat itu banyak pemberitaan dan unggahan di media sosial yang mencoba mengadu domba dirinya dengan Habib Bahar.
Padahal, di balik layar, hubungan mereka tetap baik dan komunikasi terjaga dengan lancar.
Habib Bahar sendiri membenarkan bahwa ia dan Hercules sering saling menghubungi lewat telepon.
Artikel Terkait
Puan Maharani Bongkar Masalah Utang Whoosh: DPR Akan Usut Tuntas!
Prof Henri Balik Badan Bongkar Rekayasa Gibran Cawapres: Saya Kecewa dengan Jokowi!
Misteri Dewa Luhut di Balik Proyek Whoosh: Rahasia yang Baru Terungkap
Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Whoosh: Dugaan Markup Rp 60 Triliun dan Potensi Kerugian Negara