Rocky juga mempertanyakan landasan ideologis PSI di tengah pergeseran arah partai yang kini lebih dekat ke kekuasaan.
Sebagai partai yang dulu mengusung semangat antikorupsi, antinepotisme, dan progresif, Rocky menyayangkan jika PSI kini hanya menjadi kendaraan kekuasaan keluarga mantan presiden.
“Apa platform ideologis PSI sekarang? Apakah masih punya nyali untuk menolak oligarki, menolak politik keluarga? Ini yang publik ingin tahu,” ujar Rocky tegas.
Ia bahkan menantang Jokowi untuk menyampaikan sebuah “moral call”, yakni seruan nilai dan visi jangka panjang agar publik yakin bahwa keterlibatannya di PSI bukan sekadar upaya mempertahankan kekuasaan secara tidak langsung.
Langkah Jokowi mendekat ke PSI juga disebut Rocky sebagai bentuk post-power syndrome, di mana seorang mantan pemimpin sulit melepaskan diri dari lingkaran kekuasaan.
Isu hukum, seperti tudingan pemalsuan ijazah serta kontroversi terkait putusan Mahkamah Konstitusi mengenai batas usia capres-cawapres, turut mendorong Jokowi untuk mencari “benteng politik” baru.
“Orang yang selesai berkuasa akan merasa terancam kalau tidak punya alat politik. Sekarang dia punya PSI sebagai alat untuk bertahan,” ucap Rocky.
Rocky Gerung mengingatkan bahwa publik masih menunggu pernyataan terbuka dari Jokowi terkait perannya di PSI dan arah politik keluarga ke depan.
Ia berharap Jokowi tidak hanya menggunakan PSI sebagai kendaraan kekuasaan, tapi juga memberikan arah moral dan ideologis yang jelas.
“Kalau Jokowi memang mau masuk politik lagi, dia harus jujur ke publik. Jangan sembunyi di balik Kaesang dan PSI. Sampaikan apa visinya untuk bangsa ini,” pungkas Rocky.
Sumber: PorosJakarta
Artikel Terkait
Puan Maharani Bongkar Masalah Utang Whoosh: DPR Akan Usut Tuntas!
Prof Henri Balik Badan Bongkar Rekayasa Gibran Cawapres: Saya Kecewa dengan Jokowi!
Misteri Dewa Luhut di Balik Proyek Whoosh: Rahasia yang Baru Terungkap
Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Whoosh: Dugaan Markup Rp 60 Triliun dan Potensi Kerugian Negara