Kelompok tersebut, yang kemudian menjadi G7, terus memberikan struktur koordinasi yang longgar untuk kepentingan ekonomi Barat terkemuka saat ini. Lebih dari dua dekade G7 berlangsung relatif lancar. G20 kemudian lahir dari serangkaian krisis keuangan yang tidak stabil, termasuk krisis peso Meksiko 1994-1995, krisis keuangan Asia 1997-1998, dan keruntuhan mata uang Rusia 1998.
Pada saat itu, kekuatan ekonomi baru yang signifikan telah muncul dan hal ini diakui oleh pembentukan G20. Kelompok G20 termasuk Indonesia, India, Brasil, Rusia, Meksiko, dan Tiongkok. Seperti G7, G20 dimulai sebagai pertemuan rutin para menteri keuangan dan ditingkatkan menjadi pertemuan puncak para pemimpin tahunan selama krisis keuangan global 2008.
Di tengah krisis dan akibatnya, G20 menjadi titik fokus bagi upaya global untuk memulihkan pertumbuhan ekonomi, membantu melejitkan ekonomi global melalui langkah-langkah stimulus terkoordinasi, bekerja untuk memperkuat regulasi keuangan, dan memperluas kapasitas pinjaman Dana Moneter Internasional (IMF).
Yang pasti, upaya kooperatif semacam itu sepertinya jarang membuahkan hasil yang bersifat transformasional. Baik G7 maupun G20 tidak memiliki otoritas pengambilan keputusan, lebih berfungsi sebagai suatu wadah dan upaya untuk mendorong negara-negara agar mengambil kebijakan yang saling mendukung. Tujuan organisasi semacam itu seringkali bukan tentang mengembangkan skema besar untuk pemulihan, namun bertujuan lebih kearah penjagaan agar masalah dunia tidak bertambah buruk.
Salah satu pencapaian utama G20 selama krisis keuangan global adalah persetujuan dari negara-negara anggota untuk menghindari respon proteksionis, yang akan memperburuk perlambatan global. Bahkan pencapaian sederhana seperti itu jauh lebih baik daripada negara-negara yang bekerja dengan tujuan yang saling bertentangan atau secara aktif merusak kepentingan ekonomi satu sama lain.
Jadi, jika WTO dibelenggu oleh konsensus dan jika G7 dan G20 tidak memiliki otoritas, kelompok atau badan apa yang mungkin akan naik untuk menyelamatkan krisis dunia saat ini?
Amerika Serikat dan mitranya secara aktif bekerja untuk melemahkan ekonomi Rusia melalui sanksi terluas yang pernah dikenakan, dan Rusia merespons dengan memblokir pengiriman gandum Ukraina melalui pelabuhan Laut Hitamnya. Hal ini membuat G20 terpecah dan tidak berdaya.
Kelompok Amerika Serikat telah menyerukan pengusiran Rusia dari kelompok G20 dan mengancam akan memboikot pertemuan jika Rusia hadir. Tetapi mengeluarkan Rusia dari grup tidak mungkin terjadi karena hanya Kanada dan Australia yang secara resmi bergabung dengan permintaan Amerika Serikat untuk melakukannya.
Negara kita yang menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) tahun ini bersifat netral dengan tetap mengundang Rusia ke pertemuan November yang direncanakan dan juga mengundang Ukraina, yang bukan anggota G20. Partisipasi Rusia saja mungkin cukup untuk meniadakan G20, tetapi anggota lain juga tidak mungkin mengikuti strategi apa pun yang didasarkan pada penguatan ekonomi global sambil mengisolasi Rusia.
Tiongkok, khususnya, telah menolak untuk memutuskan hubungan dengan Rusia dan berfokus pada swasembada yang lebih besar untuk melindungi ekonominya dari jenis sanksi yang dikenakan terhadap Rusia oleh ekonomi Barat.
Ada banyak lagi inisiatif yang dikemukakan oleh Amerika Serikat dan mitranya di G7. Walaupun sangat kreatif, namun tidak satu pun dari inisiatif ini yang dapat menjawab bagaimana cara menghadapi urgensi krisis saat ini. Saat krisis sebelumnya, pemerintah negara-negara dunia terkemuka mampu memilah dan menyisihkan banyak perbedaan mereka untuk menghasilkan tanggapan kerja sama yang kuat. Namun saat ini hal tersebut belum terlihat sama sekali.
Putusnya kerja sama ini mungkin merupakan efek yang dapat bertahan lama dan hal ini sangat mengkhawatirkan. Namun demikian, gangguan tersebut belum secara signifikan merugikan perdagangan global secara keseluruhan di mana nilai perdagangan dunia mencapai rekor tertinggi pada tahun 2021 sebesar USD28.5 triliun, meskipun melambat tahun ini karena sektor-sektor penting seperti makanan dan energi telah terganggu secara signifikan.
Tetapi krisis saat ini telah menunjukkan bahwa ekonomi terkemuka dunia tidak lagi bersatu pada pentingnya pertumbuhan dan stabilitas ekonomi dan tidak dapat bekerja sama semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan tersebut. Kapal pelayaran dunia tahu bahwa ia harus bersatu, namun masalahnya saat ini tidak terdapat nahkoda kapal yang handal.
Sumber: akurat.co
Artikel Terkait
Anwar Usman Bisa Saja Menyesal Karir Hancur Gegara Gibran
VIRAL Beredar Foto MABA Fakultas Kehutanan UGM 1980, Tak Ada Potret Jokowi?
Gibran dan Dua Rekannya Ditangkap Polisi terkait Dugaan Penggelapan Duit Rp 15 Miliar
Kejagung Sita Rupiah-Mata Uang Asing Riza Chalid