OLEH: PANGI SYARWI CHANIAGO
SEBAGAI seorang yang mendalami dan mempelajari perilaku pemilih (voting behavior) cukup lama, dugaan saya, Pemilu 2024 adalah kontestasi elektoral paling sengit karena perbedaan elektoral capres naik-turun seperti roller coaster dan saling salip-menyalip.
Baru kali ini trennya begitu kompetitif dan sangat dinamis, sehingga jumlah poros koalisi dan peran cawapres menjadi sangat krusial. Apalagi top 3 capres tidak ada yang mencapai angka psikologis 60 persen.
Untuk nama capres, saya rasa tetap hanya akan beredar pada tiga nama seperti yang selama ini sudah muncul di hadapan publik, yakni Ganjar, Anies, dan Prabowo. Saya pikir tidak bakal ada efek kejutan, sulit akan ada daya kejut pada bursa capres di luar tiga nama di atas.
Namun untuk nama-nama cawapres bukan mustahil akan ada daya kejut, bursa cawapres yang selama ini tidak pernah menjadi pergunjingan dan bising di media justru nanti akan muncul di menit-menit terahir saat pasangan capres-cawapres diumumkan dan didaftarkan ke KPU RI.
Dinamika politik yang semakin dinamis, bagi sebagian kalangan adalah peluang, harapan dan kesempatan untuk kembali masuk ke dalam lingkaran kekuasaan, terutama barisan dan kelompok yang selama ini berada di luar kekuasaan.
Namun di sisi lain, situasi ini adalah ancaman yang sangat serius bagi pemerintah dan barisan koalisinya yang berpotensi akan tersingkir jika tidak cermat dalam melakukan kalkulasi politik.
Di tengah gencarnya kampanye dengan jargon “Perubahan” VS “Keberlanjutan” koalisi justru terbentuk ke dalam dua poros. Dua poros menginginkan “Keberlanjutan” dan yang satunya lagi menginginkan “Perubahan”.
Mencermati situasi ini dan dikaitkan dengan volatilitas elektabilitas tiga besar kandidat yang sedang beredar sekarang ini, maka potensi “kuda hitam” justru ada pada kandidat yang mengusung ide “Perubahan”.
Atas dasar itulah dan berbagai dinamika politik lainnya Presiden Jokowi sepertinya mengarahkan dukungannya bukan hanya kepada Ganjar yang sudah jelas-jelas dideklarasikan oleh PDIP. Jokowi adalah kader dari partai dan juga ikut mendeklarasikan Ganjar, namun dukungan Jokowi mulai tampak jelas mengarah ke Prabowo.
Perubahan arah dukungan ini setidaknya disebabkan oleh beberapa faktor:
Pertama, Jokowi merasa tidak banyak dilibatkan di dalam memutuskan Ganjar sebagai calon presiden. Jokowi ingin saham kepemilikan atas Ganjar yang terlalu didominasi oleh Megawati dan PDIP pasca dideklarasikan kembali ditarik dan dikendalikan sepenuhnya oleh Jokowi dan tim relawan.
Relawan Jokowi juga sangat rasional kalau mereka tidak diakomodir bermigrasi menjadi relawan Prabowo, pasca Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP menunjuk sosok Ahmad Basarah dan Adian Napitupulu sebagai koordinator dan wakil koordinator tim relawan pemenangan Ganjar Pranowo di Pilpres 2024.
Jokowi menginginkan saham Pilpres 2024 dan relawan lebih besar dibandingkan PDIP dan Megawati. Ketika elektabilitas Prabowo running dan potensial, Jokowi menjadikan Prabowo untuk menaikkan kembali daya tawarnya (bergaining position).
Artikel Terkait
Anwar Usman Bisa Saja Menyesal Karir Hancur Gegara Gibran
VIRAL Beredar Foto MABA Fakultas Kehutanan UGM 1980, Tak Ada Potret Jokowi?
Gibran dan Dua Rekannya Ditangkap Polisi terkait Dugaan Penggelapan Duit Rp 15 Miliar
Kejagung Sita Rupiah-Mata Uang Asing Riza Chalid