Membegal Demokrat, itu pun sejatinya untuk menghentikan langkah Anies sebagai salah satu kandidat Capres pada Pilpres 2024. Semua analisa menafsir demikian, itu karena kecenderungan sikap politik Partai Demokrat yang memilih mengusung Anies. Meski saat itu Demokrat belum resmi mencapreskan Anies. Tapi perlu jauh hari pembegalan itu dilakukan sebagai bentuk antisipasi agar Anies tak lolos sebagai salah satu capres.
Lalu perlakuan pada Partai NasDem terang benderang bisa dilihat. Sekjen NasDem Johnny G. Plate, yang juga sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika disoal masalah korupsi BTS. Kasusnya mulai bergulir di pengadilan. Sedang 2 menteri NasDem lainnya yang tersisa sepertinya menunggu giliran untuk juga dicokok dengan sangkaan yang bisa dibuat. Belum lagi bisnis Surya Paloh yang kabarnya turut juga "diganggu". Tapi Surya Paloh tak merasa gentar. Maju pantang mundur untuk menjadikan Anies Capres yang diusung NasDem.
Kerja komisi anti rasuah (KPK) yang terus mengorek-orek adanya unsur korupsi pada penyelenggaraan ajang Formula E, itu seperti dibuat tanpa perlu dihentikan, meski tak ditemukan unsur korupsi di sana. Gelar perkara sampai perlu 19 kali dilakukan, sebuah upaya keras menersangkakan Anies dilakukan. Jika tidak ada unsur korupsi di sana, meski seratus kali gelar perkara dilakukan ya pasti akan sia-sia. Justru memunculkan antipati pada KPK sebagai alat pukul rezim untuk menjerat lawan-lawan politiknya.
Anies yang bukan siapa-siapa, hanyalah mantan Gubernur DKI Jakarta, perlu sampai dikeroyok ramai-ramai. Tidak cukup di situ, perlu pengerahan buzzer yang terus menebar fitnah coba men- downgrade Anies. Meski tak ada hasil bisa didapat, kecuali kepuasan nafsu semata: mengolok-olok Anies.
Ditambah media mainstream yang memframing berita Anies dengan tidak sepatutnya. Tak ketinggalan lembaga survei yang terus merilis hasil surveinya menetapkan Anies di urutan ke-3 hampir di semua lembaga survei yang terindikasi ada aroma istana di sana. Prabowo Subianto lebih mendominasi rilis hampir di semua lembaga survei. Satu dua saja yang menempatkan Ganjar Pranowo di urutan 1. Sepertinya bandul endorse Jokowi pada Prabowo ketimbang pada Ganjar, itu tampak dari hasil rilis survei, seperti perlu disesuaikan dengan kehendak si pemesan
Begal-membegal Anies dan partai pendukungnya, NasDem, Demokrat, dan PKS yang tergabung dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan, sepertinya tak akan disudahi sampai perhelatan Pilpres 2024. Justru akhir-akhir ini tampak makin mengganas. Tawaran Perubahan dari Anies Baswedan dan partai pengusungnya, seperti jadi momok menakutkan bagi rezim. Maka, apa yang tercetus dari seorang menteri yang baru diangkat menggantikan Johnny G. Plate, "... kalau 2024 tidak menang, semua akan masuk penjara...", agaknya itu yang ditakutkan. Bukan takut berakhir dibegal Tuhan, yang justru jika itu terjadi sungguh akan lebih mengerikan!
*(Penulis adalah seoramg kolumnis)
Artikel Terkait
Anwar Usman Bisa Saja Menyesal Karir Hancur Gegara Gibran
VIRAL Beredar Foto MABA Fakultas Kehutanan UGM 1980, Tak Ada Potret Jokowi?
Gibran dan Dua Rekannya Ditangkap Polisi terkait Dugaan Penggelapan Duit Rp 15 Miliar
Kejagung Sita Rupiah-Mata Uang Asing Riza Chalid