Pemerintah bersama parlemen diharapkan bisa segera meratifikasi perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Kawasan atau Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Pasalnya, RCEP akan sangat bermanfaat di tengah situasi lonjakan harga pangan global.
Koordinator Wakil Ketua Umum III Kadin Indonesia, Shinta W Kamdani menilai, RCEP sangat fungsional dan strategis dalam mendorong ekspor dan investasi serta menciptakan stabilisasi relasi dagang.
Selain itu, RCEP memberikan proteksi dari kebijakan perdagangan yang bersifat proteksionis atau bias kepentingan antara pro-Rusia atau sebaliknya, yang kini tengah perang melawan Ukraina.
"Secara riil, kita belum bisa memanfaatkan potensi itu karena terkendala ratifikasi yang belum selesai," kata Shinta kepada Republika, Minggu (29/5/2022).
Perjanjian RCEP sempat disinggung oleh Presiden Joko Widodo dalam forum "27th International Conference on The Future of Asia", yang digelar pada 26-27 Mei 2022. Dalam pidatonya, Presiden mengajak negara-negara untuk berupaya secepat mungkin mengimplementasikan RCEP.
Shinta Kamdani mengatakan, RCEP juga bisa difungsikan untuk mempermudah substitusi dagang dan meminimalisasi efek penurunan suplai komoditas pangan di kawasan berupa kenaikan harga. Sebab, RCEP secara signifikan menurunkan hambatan perdagangan, baik dari sisi tarif maupun nontarif.
"Sebagai contoh dalam hal kelangkaan suplai gandum di pasar global, RCEP bisa membantu negara-negara ASEAN, yang kesulitan memperoleh suplai gandum karena konflik di Ukraina atau larangan ekspor gandum India dengan bisa mencari alternatif suplai dari Australia," kata Shinta.
Meskipun harga jual gandum tersebut akan mengikuti harga gandum di pasar global, RCEP bisa menurunkan beban impor. Hal ini karena RCEP memberikan konsesi tarif 0 persen untuk ekspor gandum Australia ke negara-negara RCEP.
Manfaat itu dinilai sangat signifikan karena produk seperti gandum tanpa RCEP umumnya dikenakan tarif yang cukup mahal, sekitar 21,8 persen per 2018 lalu dan bisa lebih. Jumlah itu belum ditambah biaya penguotaan volume impor.
"Dengan demikian, risiko terhadap instabilitas ekonomi seperti inflasi yang tidak terkendali, karena masalah harga atau kelangkaan suplai produk pangan dan energi bisa diminimalisasi," kata dia.
Perjanjian RCEP beranggotakan 10 negara anggota ASEAN dengan lima negara mitra dagang, yakni Cina, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, dan Australia. Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, pada akhir pekan lalu mengatakan, RCEP bisa menjadi solusi nyata bagi perekonomian dunia yang dilanda inflasi tinggi.
Tekanan inflasi diakibatkan hambatan perdagangan dunia yang disebabkan proteksionisme dan perang dagang, serta tidak berfungsinya Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sebagaimana mestinya.
“Ketika negara-negara yang sudah maju menerapkan standar ganda, WTO justru tidak berkutik,” kata Mendag Lutfi.
Mendag mengatakan, tingginya harga komoditas dunia saat ini adalah peluang bagi para petani di negara-negara berkembang besar, seperti Indonesia, India, Brazil, dan Cina untuk menikmati keuntungan lebih. Menurut Lutfi, hal itu adalah ekuilibrium baru dalam perdagangan komoditas pangan dunia.
"Jangan dirusak dengan menyalahkan salah satu negara, misalnya Cina karena posisi dagang yang kurang menguntungkan. Bahaya kalau beberapa negara maju berkelompok untuk membenarkan standar ganda," ujar Lutfi.
Selain kerja sama multilateral, Indonesia juga terus memperkuat kerja bilateral.
Hal yang dimaksud standar ganda oleh mendag adalah negara-negara, yang sudah maju menyalahkan dan mengganggu perdagangan bebas dunia, ketika mereka kurang diuntungkan posisi dagangnya terhadap suatu negara tertentu, misalnya Cina.
Selain kerja sama multilateral, Indonesia juga terus memperkuat kerja bilateral. Indonesia dan Tunisia, misalnya, kembali melanjutkan perundingan Indonesia–Tunisia Preferential Trade Agreement (IT-PTA) melalui pertemuan Intersesi kelima, yang dilaksanakan secara hibrida.
Perundingan IT-PTA membahas dua isu utama, yakni perdagangan barang dan ketentuan asal barang.
Berdasarkan pernyataan resmi Kementerian Perdagangan pada Sabtu (28/5), di putaran kelima ini kedua negara menyepakati dan menuntaskan pembahasan sebagian besar cakupan isu ketentuan asal barang.
Delegasi Indonesia dipimpin Direktur Perundingan Bilateral Johni Martha, sedangkan delegasi Tunisia dipimpin Direktur Kerja Sama dengan Negara-negara Arab dan Asia Kementerian Perdagangan Republik Tunisia Chedli May.
Johni mengungkapkan, pada pertemuan intersesi tersenit, kedua pihak juga berpandangan untuk memasukkan konsep imbal dagang dalam kesepakatan PTA. Konsep ini sebagai alternatif mekanisme perdagangan bilateral, yang dapat dimanfaatkan pelaku usaha kedua belah pihak dalam kegiatan ekspor-impor mereka.
“Jika disepakati, hal ini merupakan terobosan baru dalam kerangka kerja sama bilateral yang dilakukan Pemerintah Indonesia,” katanya.
Sumber: republika.id
Artikel Terkait
Anwar Usman Bisa Saja Menyesal Karir Hancur Gegara Gibran
VIRAL Beredar Foto MABA Fakultas Kehutanan UGM 1980, Tak Ada Potret Jokowi?
Gibran dan Dua Rekannya Ditangkap Polisi terkait Dugaan Penggelapan Duit Rp 15 Miliar
Kejagung Sita Rupiah-Mata Uang Asing Riza Chalid