Sepakat Dengan Mahfud MD, Peneliti BRIN: Pemakzulan Prabowo-Gibran Tak Harus 1 Paket!

- Sabtu, 14 Juni 2025 | 15:05 WIB
Sepakat Dengan Mahfud MD, Peneliti BRIN: Pemakzulan Prabowo-Gibran Tak Harus 1 Paket!




POLHUKAM.ID - Peneliti Utama Ilmu Politik BRIN, R Siti Zuhro, memberikan tanggapannya atas pernyataan Joko Widodo (Jokowi) yang mengatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden satu paket.


Adapun yang dimaksud satu paket oleh Jokowi yakni, putra sulungnya sekaligus Wapres RI, Gibran Rakabuming Raka itu sepaket dengan Presiden RI, Prabowo Subianto, walhasil keduanya tidak bisa dipisahkan.


"Pemilihan presiden kemarin kan satu paket, bukan sendiri-sendiri. Kayak di Filipina itu sendiri-sendiri. Di kita ini kan satu paket," jelas Jokowi, dikutip dari YouTube Official iNews, Jumat (6/6/2025).


"Memang mekanismenya seperti itu (menerima presiden dan wakil presiden)," sambungnya.


Namun, Siti Zuhro tidak setuju dengan hal tersebut karena menurutnya, pemakzulan itu tidak harus sepaket.


"Pernyataan Pak Jokowi bahwa pemilihan kemarin itu sepaket, dalam pemilihan lho, bukan pasca pemilihan, jadi harus ada klausul yang berbeda," ungkapnya, dalam Talkshow Dua Arah Kompas TV, Jumat (13/6/2025).


"Dalam pemilihan presiden memang diusung oleh partai dan gabungan partai, calon presiden dan calon wakil presiden," katanya.


Menurutnya, saat ini tidak ada pasal yang mengatur mengenai pemakzulan Presiden atau Wakil Presiden harus sepaket.


Dia lantas mencontohkan bahwa pemakzulan pada zaman presiden-presiden terdahulu, seperti Mohammad Hatta hingga Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.


"Setelah mereka dilantik, apakah sepaket terus? Dwitunggal terus? Kita sudah punya presiden sebelumnya, Pak Hatta mundur, Bung Karno tak mundur," katanya.


"Artinya tidak harus sepaket maksudnya?" tanya pembawa acara.


"Iya (tak harus sepaket), jadi sepaket itu harus hati-hati menjelaskannya, tidak ada sama sekali pasal yang mengatakan kalau presiden atau wakil presiden itu mundur atau berhenti atau memang dimakzulkan, lalu dua-duanya sepaket (dimakzulkan), itu ndak ada seperti itu," jelas Siti Zuhro.


"Kita juga menyaksikan, Gus Dur mundur, Bu Megawati tidak," sambungnya lagi.


Sebelumnya, hal yang sama juga disampaikan oleh Pengamat politik, Rocky Gerung, yang mengatakan bahwa satu paket itu tidak berlaku.


"Iya, pasti ada banyak keberatan prosedural, karena dianggap bahwa ini kan satu paket dengan Pak Prabowo. Itu soal yang secara teknis bisa diselesaikan," kata Rocky, dikutip dari YouTube Rocky Gerung Official, pada Rabu (4/6/2025).


"Apakah karena satu paket? Kalau pendamping presiden itu bermasalah, maka presiden juga mesti dinyatakan di dalam kondisi yang sama? Kan enggak begitu," tambahnya.


Mahfud MD Juga Tepis Pernyataan Jokowi Jika Prabowo-Gibran 1 Paket soal Pemakzulan


Pakar hukum tata negara, Mahfud MD, menepis pernyataan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal Prabowo-Gibran satu paket di tengah usulan pemakzulan.


Mahfud MD menilai, pemakzulan terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tidak harus sepaket dengan Presiden Prabowo Subianto.


Dia pun mengingatkan soal lengsernya Presiden kedua RI, Soeharto, dan Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. 


Lengsernya kedua mantan pemimpin itu tidak diikuti oleh wakilnya.


Adapun dua Wakil Presiden saat itu adalah BJ Habibie yang mendampingi Soeharto dan Megawati Soekarnoputri sebagai pasangan dari Gus Dur.


Tetapi, justru BJ Habibie berujung menggantikan Soeharto sebagai Presiden ke-3 RI dan Megawati menjadi Presiden ke-5 RI menggantikan Gus Dur.


"Kalau di dalam pengalaman, apakah bisa presiden dan wakil presiden jatuh secara terpisah? Kan sudah terjadi dua kali kan, Pak Harto jatuh Habibie yang naik, Gus Dur jatuh Bu Mega yang naik, itu bisa."


"Kan banyak orang yang bilang (Prabowo dan Gibran dimakzulkan) satu paket karena daftarnya ke KPU untuk Pemilu satu paket," katanya dikutip dari kanal YouTube Mahfud MD, Rabu (11/6/2025).


Mantan Menkopolhukam mengatakan pemakzulan secara terpisah telah tertuang dalam Pasal 7A UUD 1945.


Dia juga menjelaskan jika pemakzulan bisa dilakukan jika ada pelanggaran hukum yang dilakukan.


Adapun bunyi pasal tersebut yaitu:


"Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden."


Merespons pasal tersebut, Mahfud menekankan kemungkinan Gibran tidak harus dimakzulkan sepaket dengan Prabowo tertuang dalam kalimat 'Presiden dan/atau Wakil Presiden'.


Dia mengatakan adanya penambahan frasa 'dan/atau' membuat pemakzulan bisa dilakukan terhadap salah satu saja yaitu presiden atau wakil presiden.


"Presiden dan/atau Wakil Presiden itu kan menandakan bisa diberhentikan dalam jabatannya kalau terjadi lima hal (pelanggaran hukum)," jelas Mahfud.


Sebelumnya, Presiden ke-7 RI, Joko Widodo ( Jokowi ) memberikan tanggapan soal putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, yang diwacanakan untuk dimakzulkan.


Jokowi secara tegas menyebut, jika Gibran Rakabuming satu paket dengan Presiden Prabowo Subianto.


Sehingga, keduanya tak bisa dipisahkan. Hal tersebut disampaikan Jokowi merespons wacana pemakzulan Gibran Rakabuming dari kursi Wapres saat ini.


Meski demikian, Jokowi juga menganggap jika desakan pemakzulan Gibran Rakabuming sebagai Wapres, merupakan hal yang biasa.


Menurut Jokowi, desakan semacam itu merupakan bagian dari dinamika demokrasi yang lumrah terjadi dalam sistem politik terbuka. 


“Itu dinamika demokrasi kita. Biasa saja. Biasa. Dinamika demokrasi kan ya seperti itu,” kata Jokowi di Solo, Jawa Tengah, Jumat (6/6/2025).


Jokowi lantas mengungkapkan syarat-syarat presiden dan wakil presiden bisa dimakzulkan, yakni jika mereka melakukan perbuatan pidana, pelanggaran berat, dan perbuatan tercela.


"Bahwa pemakzulan itu harus presiden atau wakil presiden, misalnya korupsi, atau melakukan perbuatan tercela, atau melakukan pelanggaran berat. Itu baru," ujarnya.


Jokowi pun menyatakan bahwa Indonesia memiliki sistem ketatanegaraan yang harus diikuti dalam menanggapi isu pemakzulan Gibran tersebut.


“Ya negara ini kan negara besar yang memiliki sistem ketatanegaraan. Ya diikuti saja proses sesuai ketatanegaraan kita,” ujar Jokowi.


Sebelumnya, desakan pemakzulan Gibran ini muncul setelah Forum Purnawirawan Prajurit TNI mengirimkan surat bertanggal 26 Mei 2025 kepada pimpinan lembaga legislatif.


Surat tersebut ditandatangani oleh empat jenderal purnawirawan, yakni Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, dan Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto. 


Dalam surat itu, mereka menilai bahwa Gibran mendapatkan tiket pencalonan melalui putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023, yang disebut cacat hukum karena diputus oleh Anwar Usman, paman Gibran yang saat itu menjabat Ketua MK. 


“Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 terhadap pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu seharusnya batal demi hukum karena Anwar Usman tidak mengundurkan diri dari majelis hakim, padahal memiliki konflik kepentingan,” isi dalam surat tersebut.


Sumber: Tribun

Komentar