"Alga ini berwarna hijau. Tetapi di salju, alga ini mengumpulkan sedikit pigmen seperti tabir surya untuk melindungi dirinya," kata Marechal, direktur penelitian di Pusat Nasional Penelitian Ilmiah di Grenoble, Prancis.
Bersama anggota timnya, dia sedang mengumpulkan sampel untuk pengujian laboratorium. Di dekat kakinya, sepetak salju merah terlihat berkilauan di bawah sinar matahari.
Alga tersebut dideskripsikan pertama kali oleh Aristoteles pada abad ketiga Sebelum Masehi, namun baru pada 2019 diidentifikasi secara formal dan diberi nama Latin Sanguina nivaloides.
Para ilmuwan kini berlomba memahaminya dengan lebih baik sebelum terlambat, karena volume salju berkurang akibat kenaikan suhu global yang melanda pegunungan Alpen. Ada dua alasan kenapa mempelajari alga itu, kata Marechal.
"Pertama, ini adalah kawasan yang baru sedikit dieksplorasi dan kedua, kawasan ini sedang meleleh di depan mata kita jadi (persoalan) ini sangat mendesak," katanya.
Beberapa ilmuwan, termasuk Alberto Amato, periset rekayasa genetika di CEA Centre de Grenoble, mengatakan volume alga tersebut sepertinya terus bertambah akibat perubahan iklim, ketika atmosfer mengandung lebih banyak karbon dioksida yang mendukung pertumbuhannya.
Artikel Terkait
Kode HTML Kosong? Ini Rahasia Menulis Artikel yang Tak Terbaca Mesin Pencari!
Stadion Langit NEOM: Fakta Mencengangkan di Balik Stadion Gantung 350 Meter untuk Piala Dunia 2034
46 Anak Gaza Tewas dalam 12 Jam: Ini Serangan Mematikan Israel Sejak Gencatan Senjata
45 Tewas dalam Serangan Terbaru Israel ke Gaza, Korban Didominasi Perempuan dan Anak-anak