“Israel mengklaim orang-orang Yahudi sebagai aset nasionalnya, dan mereka mempersenjatai kami sebagai orang Yahudi, baik sebagai badan dalam pertarungan demografis melawan non-Yahudi dan khususnya orang Palestina, dan secara ideologis sebagai perwakilan negara Yahudi, dan berupaya melakukan hal itu terhadap orang-orang Yahudi di seluruh dunia,” kata Ofir.
“Klaim tersebut, pada gilirannya, menjadikan kami sebagai tameng manusia bagi negara, ketika mereka menyerang warga Palestina di bawah agenda penjajah pemukim, baik melalui pembersihan etnis yang sedang berlangsung, melalui pengepungan, atau melalui pembantaian musiman.”
Orang Yahudi lainnya adalah Naama Farjoun, Ia dibesarkan di Yerusalem, namun menggambarkan dirinya sebagai seorang Yahudi anti-Zionis. Pada Januari 2001, dia meninggalkan Israel, hanya beberapa bulan setelah pecahnya Intifada kedua. Saat ini, pria berusia 54 tahun itu tinggal di pinggiran Valencia, Spanyol.
“Saya meninggalkan (Israel) karena saya tidak sanggup menanggung beban menjadi warga negara (Israel) yang memiliki hak istimewa di negara yang rasis,” kata ibu dua anak ini. Ia mengatakan bahwa setiap hari ia marah dengan pendudukan Israel dan diskriminasi terhadap warga Palestina yang juga sesama warga negara.
Farjoun mengatakan bahwa serangan Hamas terhadap Israel membawa kesedihan yang luar biasa. "Menyebabkan penderitaan yang tidak dapat ditanggung oleh siapa pun,"ujarnya. “Saya yakin peristiwa tragis saat ini adalah akibat langsung dari pelecehan, penindasan, kekerasan, dan perampasan selama bertahun-tahun yang dilakukan oleh Israel.”
Hingga saat ini, petisi Suara Yahudi untuk Perdamaian yang menyerukan diakhirinya segera serangan Israel di Gaza, telah mengumpulkan lebih dari 1.300 tanda tangan dari warga Israel yang tinggal di Israel, Palestina, dan luar negeri. “Sebagai seorang Yahudi, dan khususnya sebagai seorang Yahudi Israel, saya merasa wajib untuk mengatakan bahwa ini bukan atas nama saya, dan saya akan melawannya,” ujar Ofir. “Karena kebebasan, keadilan dan kesetaraan bagi warga Palestina adalah sebuah kebutuhan, dan jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, hal ini tidak hanya akan merugikan mereka, namun juga akan menghantui orang-orang Yahudi.”
Sumber: tempo
Artikel Terkait
Kode HTML Kosong? Ini Rahasia Menulis Artikel yang Tak Terbaca Mesin Pencari!
Stadion Langit NEOM: Fakta Mencengangkan di Balik Stadion Gantung 350 Meter untuk Piala Dunia 2034
46 Anak Gaza Tewas dalam 12 Jam: Ini Serangan Mematikan Israel Sejak Gencatan Senjata
45 Tewas dalam Serangan Terbaru Israel ke Gaza, Korban Didominasi Perempuan dan Anak-anak