Prinsip Oposisi Rocky Gerung Dipertanyakan: Galak ke Jokowi, Melempem ke Prabowo

- Selasa, 29 Juli 2025 | 22:10 WIB
Prinsip Oposisi Rocky Gerung Dipertanyakan: Galak ke Jokowi, Melempem ke Prabowo


Di manakah Rocky Gerung yang dulu? Pertanyaan ini menggema keras dari pengamat sosial dan politik, Guru Gembul, yang menyoroti perubahan drastis sikap sang filsuf terhadap kekuasaan.

Rocky, yang di era sebelumnya dikenal sebagai kritikus paling brutal bagi pemerintah, kini tampak adem ayem di tengah berkuasanya koalisi politik terbesar dalam sejarah reformasi.

Guru Gembul menggugat konsistensi nalar yang selama ini menjadi "senjata utama" Rocky Gerung. Ia mempertanyakan hilangnya prinsip dasar yang selalu digaungkan Rocky saat ia menempatkan diri sebagai oposisi pemerintah di masa lalu.

Mengingat Kembali Prinsip Oposisi ala Rocky Gerung

Untuk memahami kekecewaan ini, Guru Gembul mengajak publik untuk mengingat kembali prinsip fundamental yang dipegang Rocky Gerung saat mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Menurutnya, Rocky selalu menegaskan bahwa serangannya bukan ditujukan pada pribadi Jokowi.

"Ke mana Pak Rocky Gerung dulu yang berani kritik terhadap penguasa. Jadi kan prinsip Pak Rocky Gerung dulu itu itu adalah bahwa beliau itu tidak pernah mengkritik Jokowi secara pribadi," ujar Guru Gembul dikutip dari akun Youtube-nya.

Kritik tersebut, menurut klaim Rocky saat itu, adalah sebuah keharusan untuk menciptakan keseimbangan. Ia melihat sosok presiden sebagai pemegang kekuasaan yang sangat besar, sehingga membutuhkan penyeimbang dari luar.

"Dan yang diklaim oleh beliau (Rocky) adalah kritik itu diarahkan kepada Jokowi sebagai presiden, sebagai penguasa yang memiliki akses terhadap kekuatan militer, kekuatan propaganda, kekuatan politik, kekuatan media untuk bisa mengontrol masyarakat di seluruh wilayah Indonesia," papar Guru Gembul.

Atas dasar itulah Rocky mengambil posisi berseberangan. "Dan karena itu menurut Pak Rocky Gerung butuh penyeimbang di sisi yang lain, maka beliau menempatkan dirinya itu sebagai oposisi pemerintah. Bukan oposisi Jokowi... Karena Presiden Indonesia itu memegang kekuatan yang sangat luar biasa, maka Pak Rocky ada di seberang jalannya untuk menjaga keseimbangan," jelasnya.

Logika yang Kini Terasa Hambar

Prinsip inilah yang kini digugat oleh Guru Gembul. Jika logika "menjaga keseimbangan kekuasaan" itu konsisten diterapkan, seharusnya Rocky Gerung menjadi lebih kritis saat ini, bukan sebaliknya.

Pasalnya, kekuatan politik yang dimiliki pemerintahan Presiden Prabowo Subianto jauh melampaui apa yang pernah dimiliki Jokowi.

Guru Gembul memaparkan perbandingan kekuatan politik yang sangat kontras. Di era Jokowi, Rocky begitu vokal meski kekuatan koalisi pemerintah di parlemen tidak dominan.

"Ketika Pak Rocky Gerung memutuskan untuk menjadi oposisi terhadap pemerintahan yang katanya memiliki akses terhadap propaganda, terhadap kekuasaan dan sebagainya yaitu Pak Jokowi. Pak Jokowi pada waktu itu hanya mengumpulkan koalisi itu sekitar 37 persen di DPR," ungkapnya.

Kondisi sekarang, menurutnya, sangat berbeda. Pemerintahan Prabowo didukung oleh koalisi super gemuk yang menguasai mayoritas mutlak di parlemen.

"Sekarang di zaman Pak Prabowo itu Pak Prabowo itu mengumpulkan sampai 80 persen dari total anggota DPR untuk berpihak padanya. Coba misalkan dicek beraya datanya. Dari 580 anggota DPR itu, 470-nya berpihak kepada Pak Prabowo," beber Guru Gembul.

Dengan kekuatan sebesar itu, logika keseimbangan yang dulu diusung Rocky seharusnya menuntut peran oposisi yang jauh lebih kuat dan vokal. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Argumentasi yang dulu terdengar gagah, kini menjadi hampa makna.

"Sebegitu besarnya koalisinya, sebegitu kuatnya koalisinya. Maka kalau misalkan dibicarakan soal keseimbangan dan penyeimbang dan oposisi, maka zaman sekarang itu dibutuhkan oposisi yang bahkan jauh lebih kuat daripada era sebelumnya," tegasnya.

Pada akhirnya, Guru Gembul meninggalkan sebuah pertanyaan menohok yang menyasar langsung pada inkonsistensi sikap Rocky Gerung.

Ia mempertanyakan bagaimana mungkin prinsip oposisi yang dulu begitu kuat dipertahankan saat melawan koalisi 37 persen, kini justru melempem saat berhadapan dengan kekuatan 80 persen.

"Jadi, bagaimana ceritanya ketika Pak Rocky Gerung itu mengatakan, 'Saya akan menjadi oposisi bagi pemerintah karena untuk menjaga keseimbangan di zaman 37 persen masih bisa tetapi sekarang 80 persen justru malah berpihak kepada pemerintah itu.'"

Sumber: suara
Foto: Guru Gembul mempertanyakan inkonsistensi sikap oposisi Rocky Gerung. [youtube hendri satrio]

Komentar