Di tengah meredanya gelombang demonstrasi, panggung berita nasional mendapat plot twist baru yang menyita perhatian publik. Sebuah gugatan perdata dengan nilai fantastis Rp125 triliun dilayangkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan tergugat tak main-main: Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Sontak, semua mata tertuju pada sosok penggugatnya, Haji Muhammad Subhan Palal. Siapakah pria yang berani mengambil langkah hukum sebesar ini? Ternyata, ia bukanlah orang sembarangan.
Profil Subhan Palal: Advokat Kritis Lulusan Kampus Kuning
Jauh dari kesan sosok misterius, Subhan Palal adalah seorang praktisi hukum profesional. Ia merupakan seorang advokat dengan gelar Sarjana Hukum (S.H.) dan Magister Hukum (M.H.) yang merupakan alumnus dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) angkatan 2018.
Subhan memiliki firma hukum sendiri yang dikenal memberikan layanan hukum profesional. Keberaniannya untuk bersuara kritis juga terlihat dari jejak digitalnya.
Melalui akun Instagram @subhanpalal, ia pernah mengunggah foto berjas almamater kuning UI dengan keterangan yang seolah menyindir isu ijazah palsu: "Berani nggak yang punya ijazah palsu."
Ini bukan kali pertama Subhan berurusan dengan isu krusial kenegaraan. Rekam jejaknya mencatat bahwa ia pernah mengajukan Pengujian Materiil Undang-Undang Kewarganegaraan, menegaskan bahwa jabatan strategis di pemerintahan harus diisi oleh Warga Negara Indonesia (WNI) asli.
Dasar Gugatan: Ijazah Gibran SMA di Singapura Dipermasalahkan
Lantas, apa yang mendasari gugatan triliunan rupiah ini? Subhan mendalilkan bahwa Gibran telah melakukan perbuatan melawan hukum. Menurutnya, Gibran tidak memenuhi syarat administratif sebagai calon wakil presiden karena menempuh pendidikan setara SMA di Orchid Park Secondary School, Singapura.
Subhan berargumen bahwa undang-undang pemilu mensyaratkan pendidikan menengah yang diselenggarakan berdasarkan sistem pendidikan Indonesia. Karena syarat ini dianggap tidak terpenuhi, ia meminta majelis hakim menyatakan jabatan Gibran sebagai Wakil Presiden periode 2024-2029 tidak sah.
Tuntutan Fantastis: Ganti Rugi dan Denda Harian
Gugatan ini tidak berhenti pada pembatalan jabatan. Subhan menuntut agar Gibran dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) membayar ganti rugi materiil dan imateriil sebesar Rp125 triliun kepada dirinya dan seluruh rakyat Indonesia.
Tak hanya itu, ia juga meminta pengadilan menghukum Gibran dan KPU membayar dwangsom (uang paksa) sebesar Rp100 juta per hari jika lalai melaksanakan putusan pengadilan. Dalam sebuah wawancara, Subhan menegaskan bahwa langkah hukum ini murni inisiatif pribadinya tanpa ada dorongan dari pihak manapun.
Kini, gugatan yang diajukan oleh alumnus UI ini menjadi babak baru yang dinanti publik, menguji keteguhan sistem hukum dalam menghadapi gugatan warga negara terhadap pejabat tertinggi negara.
Sumber: suara
Foto: Gibran Rakabuming Raka (Ist)
Artikel Terkait
2 Alasan Kenapa Foto Prabowo Di-crop di Koran Jepang
Vokal Suarakan Keresahan Rakyat, Ferry Irwandi Ternyata Idap Penyakit Mematikan
Mahfud MD Wanti-wanti Kejagung dalam Rumuskan Kasus Nadiem
Berkas Perkara Kasus Affan Kurniawan Dilimpahkan ke Bareskrim karena Ada Unsur Pidana