Istana Menolak Ditemui, Hotman Paris Senggol Soal Persahabatan Masa Lalu saat Presiden Prabowo Susah

- Selasa, 09 September 2025 | 08:45 WIB
Istana Menolak Ditemui, Hotman Paris Senggol Soal Persahabatan Masa Lalu saat Presiden Prabowo Susah



POLHUKAM.ID  - Hotman Paris, kuasa huku Nadiem Makarim, sedikit syok terhadap sikap Presiden Prabowo Subianto yang tak mau menemuinya.

Menurut Hotman, Presiden Prabowo adalah seseorang yang sudah cukup lama dikenalnya, sehingga dia tidak canggung jika ingin bertemu.

Seperti diketahui, Hotman Paris baru-baru ini mengutarakan keinginan untuk bertemu Presiden Prabowo, sahabat lamanya.

Menurut Hotman, dia ingin menggelar perkara dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook yang menjerat kliennya, mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, di depan Presiden Prabowo.


Sebab, Hotman berkeyakinan bahwa Nadiem tak korupsi uang negara satu sen pun.

Karena itu, Hotman ingin menjelaskan secara gamblang kasus tersebut kepada Presiden Prabowo.

Keberanian Hotman ingin bertemu Presiden Prabowo didasari oleh hubungan profesional yang telah terjalin selama lebih dari dua dekade.

“Waktu susah dulu, zaman perjuangan tahun 2000, Presiden RI percaya bener sama aku, 25 tahun dia jadi klienku,” ujar Hotman dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Senin (8/9/2025).

Penegasan tersebut terpaksa Hotman ungkapkan karena sedikit kecewa pihak Istana menolak bertemu.

Menurut Hotman, permintaan tersebut bukan bentuk tekanan terhadap proses hukum, melainkan bentuk keluh kesah pribadi.


“Wajar dong kalau berkeluh kesah, apa salahnya? Soal dikabulkan atau tidak, itu hal lain. Namanya juga usaha,” ucapnya dikutip dari Tribunnews.com.



Hotman mengklaim hanya membutuhkan waktu sepuluh menit berbicara dengan Prabowo untuk membuktikan bahwa kliennya, Nadiem Makarim, tidak bersalah dalam kasus pengadaan Chromebook untuk Program Digitalisasi Pendidikan.


  

Sebelumnya, Istana Kepresidenan telah menyatakan sikap tegas bahwa pemerintah tidak akan mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menyampaikan bahwa penanganan perkara sepenuhnya menjadi kewenangan aparat penegak hukum.

“Kami serahkan kepada proses hukum saja. Pemerintah tidak intervensi,” ujar Hasan, Minggu (7/9/2025).

Kasus ini berawal dari proyek Digitalisasi Pendidikan tahun 2019–2022, di mana Kementerian Pendidikan mengadakan sebanyak 1,2 juta unit laptop Chromebook untuk sekolah-sekolah di berbagai jenjang, termasuk PAUD, SD, SMP, dan SMA.


Pengadaan juga mencakup wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar), dengan total nilai proyek mencapai Rp9,3 triliun, bersumber dari APBN dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

Namun, Kejaksaan Agung menemukan indikasi kuat bahwa proses pengadaan tidak dilakukan secara transparan dan efisien. Negara ditaksir mengalami kerugian sebesar Rp1,98 triliun akibat berbagai pelanggaran dalam pelaksanaan proyek.

Modus dugaan korupsi:

- Mark-up harga satuan Chromebook hingga ratusan ribu rupiah per unit, jauh di atas harga pasar.

- Spesifikasi teknis dipaksakan agar hanya Chrome OS yang digunakan, meski tidak sesuai dengan kondisi infrastruktur internet di banyak wilayah.

- Manipulasi kajian teknis dan petunjuk pelaksanaan untuk mengarahkan pengadaan kepada vendor tertentu.

- Pemufakatan jahat sejak awal, termasuk pembentukan grup WhatsApp “Mas Menteri Core Team” sejak Agustus 2019, sebelum Nadiem resmi menjabat.

- Pertemuan dengan pihak Google dilakukan untuk memastikan penggunaan Chrome OS sebagai satu-satunya sistem operasi dalam pengadaan.

Kejaksaan telah menetapkan lima tersangka dalam perkara ini:

- Nadiem Makarim (Menteri Pendidikan 2019–2024)

- Jurist Tan (mantan staf khusus)

- Ibrahim Arief (mantan konsultan)

- Sri Wahyuningsih (mantan Direktur SD)

- Mulatsyah (mantan Direktur SMP sekaligus pejabat pembuat komitmen)

Mereka dijerat dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, termasuk Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 18.

Chromebook adalah jenis laptop berbasis sistem operasi Chrome OS buatan Google, dirancang untuk penggunaan ringan seperti akses internet, aplikasi pendidikan, dan penyimpanan berbasis cloud. Dalam konteks pendidikan, perangkat ini dipilih karena:

- Biaya relatif lebih murah dibandingkan laptop konvensional

- Mudah dikelola secara massal oleh institusi pendidikan

- Cocok untuk pembelajaran digital berbasis web

Namun, dalam kasus ini, Chromebook justru menjadi objek korupsi akibat pengadaan yang tidak transparan, manipulasi harga, dan pemaksaan spesifikasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan pendidikan nasional
- Mark-up harga satuan Chromebook hingga ratusan ribu rupiah per unit, jauh di atas harga pasar.

- Spesifikasi teknis dipaksakan agar hanya Chrome OS yang digunakan, meski tidak sesuai dengan kondisi infrastruktur internet di banyak wilayah.

- Manipulasi kajian teknis dan petunjuk pelaksanaan untuk mengarahkan pengadaan kepada vendor tertentu.

- Pemufakatan jahat sejak awal, termasuk pembentukan grup WhatsApp “Mas Menteri Core Team” sejak Agustus 2019, sebelum Nadiem resmi menjabat.

- Pertemuan dengan pihak Google dilakukan untuk memastikan penggunaan Chrome OS sebagai satu-satunya sistem operasi dalam pengadaan.

Kejaksaan telah menetapkan lima tersangka dalam perkara ini:

- Nadiem Makarim (Menteri Pendidikan 2019–2024)

- Jurist Tan (mantan staf khusus)

- Ibrahim Arief (mantan konsultan)

- Sri Wahyuningsih (mantan Direktur SD)

- Mulatsyah (mantan Direktur SMP sekaligus pejabat pembuat komitmen)

Mereka dijerat dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, termasuk Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 18.

Chromebook adalah jenis laptop berbasis sistem operasi Chrome OS buatan Google, dirancang untuk penggunaan ringan seperti akses internet, aplikasi pendidikan, dan penyimpanan berbasis cloud. Dalam konteks pendidikan, perangkat ini dipilih karena:

- Biaya relatif lebih murah dibandingkan laptop konvensional

- Mudah dikelola secara massal oleh institusi pendidikan

- Cocok untuk pembelajaran digital berbasis web

Namun, dalam kasus ini, Chromebook justru menjadi objek korupsi akibat pengadaan yang tidak transparan, manipulasi harga, dan pemaksaan spesifikasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan pendidikan nasional

Sumber: Wartakota 

Komentar