Jebakan Politik: Jokowi 'Plonga-Plongo' Jangan Sampai Terulang Pada Gibran!
Oleh: Ali Syarief
Akademisi
Dalam dunia jurnalistik dikenal istilah name makes news: nama tokoh besar yang muncul dalam judul akan langsung memikat pembaca.
Judul “Jokowi ‘Plonga-plongo’ Jangan Sampai Terulang pada Gibran” bukan sekadar permainan diksi, tetapi sebuah penekanan bahwa politik kita terlalu sering dikendalikan oleh citra, bukan substansi.
Istilah “plonga-plongo” pernah melekat pada Joko Widodo ketika ia mulai naik ke panggung nasional.
Ia dijual sebagai sosok sederhana, “muka wong desa” yang polos dan apa adanya.
Publik jatuh hati pada citra itu. Ia dipersepsikan sebagai simbol rakyat kecil yang berhasil menembus dominasi elit.
Namun, yang terabaikan adalah pertanyaan mendasar: apakah kesederhanaan wajah bisa menjamin kedalaman visi?
Apakah kepolosan ekspresi mampu menjawab kompleksitas tantangan bangsa?
Selama sepuluh tahun pemerintahannya, kita menyaksikan kenyataan bahwa kesederhanaan citra tidak serta merta berbanding lurus dengan kualitas kepemimpinan.
Demokrasi justru tergelincir ke arah nepotisme politik, pelemahan institusi, hingga lahirnya dinasti kekuasaan.
Jokowi lebih sering dilihat dari sisi dramatisasi politiknya, bukan dari ketajaman kebijakan.
Inilah konsekuensi dari politik yang ditransformasikan menjadi tontonan: penonton jatuh hati pada karakter, bukan pada gagasan.
Kini, pola yang sama berpotensi berulang pada Gibran Rakabuming Raka.
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur