Republik yang Hilang Akal Sehat
Ketika oligarki bertakhta di dalam demokrasi, republik kehilangan arah dan akal sehatnya. Institusi publik berubah menjadi mesin birokrasi tanpa hati, media menjadi corong penguasa, dan kampus menjadi ladang kompromi intelektual.
Rakyat yang kritis dilabeli subversif, mahasiswa yang bersuara dikriminalisasi, dan pengacara yang jujur dikorbankan. Inilah republik yang membungkam nurani atas nama stabilitas.
Satjipto Rahardjo pernah mengingatkan bahwa hukum seharusnya mengabdi kepada manusia. Tapi dalam oligarkokrasi, hukum mengabdi kepada tuan-tuan dengan jas mahal dan senyum palsu. Rule of law telah berubah menjadi rule by law — hukum digunakan bukan untuk mengontrol kekuasaan, melainkan untuk mengukuhkannya.
Paradoks Masa Depan: Republik Tanpa Rakyat
Jika keadaan ini dibiarkan, maka kita akan menyaksikan republik tanpa rakyat — negara tanpa warga, hukum tanpa keadilan, dan demokrasi tanpa jiwa. Pemilu menjadi ritual lima tahunan yang lebih mirip pesta syirik politik, tempat rakyat berdoa kepada berhala baru bernama elektabilitas.
Negeri ini akan hidup dalam darurat moral permanen, di mana korupsi dianggap pintar, ketidakadilan dianggap realistis, dan kebohongan dianggap strategi.
Indonesia akan terperangkap dalam fase post-democracy — demokrasi yang hidup hanya di konstitusi, tetapi mati di kenyataan. Sebuah republik yang berfungsi layaknya teater boneka, dengan aktor politik yang tertawa di depan kamera sementara tangan mereka mencuri di balik layar.
Renaissance Politik dan Keberanian Sipil
Mungkin belum terlambat. Sejarah selalu berpihak pada mereka yang berani menolak tunduk.
Bangsa ini memerlukan renaissance politik — kebangkitan moral dan intelektual yang tidak lagi takut kepada kekuasaan.
Politik harus direbut kembali dari tangan para bandit dan dikembalikan kepada rakyat yang lapar akan keadilan. Hukum harus berhenti menjadi perisai oligarki dan kembali menjadi ratio legis, bukan ratio bisnis. Negara harus berhenti menjadi pabrik kompromi; ia harus menjadi benteng keadilan sosial sebagaimana diperintahkan Pembukaan UUD 1945.
Negara Tanpa Malu
Jika oligarkokrasi adalah penyakit, maka kemarahan rakyat adalah penawarnya. Demokrasi tidak akan sembuh dari atas, karena puncak sudah busuk; ia hanya bisa disembuhkan dari bawah — dari suara rakyat yang menolak menjadi penonton. Negara ini harus kembali beradab, atau ia akan lenyap sebagai catatan kaki sejarah yang memalukan.
Negara tidak akan runtuh karena invasi, tapi karena kehilangan malu dan kehilangan makna.
Karena ketika bandit menjadi negarawan, dan rakyat dipaksa diam, maka demokrasi telah resmi mati — diselenggarakan oleh mereka yang mengaku menyelamatkannya.
(Penulis adalah Advokat dan aktivis 98)
Sumber artikel asli: https://firmantendry.blogspot.com/2025/10/republik-para-bandit.html
Artikel Terkait
Pemkot Surabaya Gandeng Densus 88, Ini Alasan dan Tujuannya
Prabowo Izinkan Jokowi Diadili? Ini Kata Pengamat Soal Sinyal Purbaya
Viral! Disdik Sumut Buka Suara Soal Siswi SMAN 1 Gunung Sitoli Dilarang Ujian Gara-gara Tunggakan SPP
Nasib Rumah Tangga Hilda Pricillya Istri TNI Pasca Video Syur 8 Menit dengan Pratu Risal Masih Viral