Hasil survei ini disampaikan pendiri SMRC, Prof. Saiful Mujani, dalam program Bedah Politik bersama Saiful Mujani episode ‘Menoleransi LGBT, FPI, HTI, ISIS, dan Komunis?’ yang disiarkan melalui kanal YouTube SMRC TV, pada Kamis, 23 Juni 2022 dari Jakarta.
"Seberapa koheren kebijakan pemerintah (untuk melarang organisasi-organisasi itu) dengan sikap publik?" demikian pertanyaan untuk dijawab para responden.
Tak hanya FPI, tapi organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dan Negara Islam Indonesia (NII), dimasukan kedalam survei.
Hasilnya, ada 46 persen warga yang keberatan bertetangga dengan Hizbut Tahrir, NII 43 persen, FPI 34 persen. Untuk aspek pekerjaan, 49 persen warga keberatan jika orang HTI menjadi guru di sekolah negeri, NII 46 persen, FPI 37 persen. Sementara keberatan bila orang HTI menjadi pejabat publik sebesar 52 persen, NII 47 persen, dan FPI 41 persen.
Saiful menerangkan bahwa sumber intoleransi di samping nilai-nilai yang dianut dan tidak disetujui oleh masyarakat, juga mencakup aspek legalnya, yakni jika negara tidak mengakui, misalnya komunis, ISIS, Yahudi, LGBT, HTI, FPI, dan NII.
“Faktor negara seperti undang-undang dan ideologi yang dianut negara membentuk perilaku masyarakat,” jelasnya.
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur