Kondisi ini sejalan dengan berbagai lembaga internasional yang memperkirakan inflasi Indonesia tahun 2022 masih berada di bawah 4,0 persen, dengan Consensus Forecast per Mei 2022 pada kisaran 3,6 persen.
"Kami berpandangan bahwa asumsi inflasi 2023 yang berada pada kisaran 2 sampai 4 persen masih cukup realistis. Meski kita memahami dinamika yang sering muncul secara sangat tiba-tiba," terang Sri Mulyani saat menyampaikan Tanggapan Pemerintah atas Pandangan Fraksi-fraksi DPR RI terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2023, dalam Sidang Paripurna DPR RI, Selasa (31/5/2022).
Ia menjelaskan dinamika ekonomi global saat ini diwarnai oleh tingginya tekanan inflasi akibat melonjaknya harga komoditas, terutama setelah pecahnya konflik Rusia-Ukraina. Di Amerika Serikat dan Eropa, laju inflasi sudah mencatatkan rekor tertinggi dalam empat dekade terakhir, sementara inflasi di Argentina dan Turki masing-masing mencapai 58 persen dan 70 persen pada April 2022.
"Sejalan dengan meningkatnya harga komoditas global, tekanan inflasi domestik juga mulai terlihat meningkat pada April 2022 yang tercatat 3,5 persen, relatif lebih tinggi dari inflasi sebelumnya. Namun dibandingkan berbagai inflasi di negara maju maupun emerging, (inflasi Indonesia) ini adalah inflasi yang cukup rendah," ujarnya.
Selain kenaikan harga komoditas global, faktor musiman terkait Ramadan dan Hari Raya, serta mulai pulihnya permintaan domestik, juga turut berkontribusi pada naiknya inflasi bulan lalu. Mulai pulihnya permintaan domestik tercermin pada pergerakan inflasi inti yang berada dalam tren yang meningkat.
Ia menyebut bahwa sejatinya inflasi domestik berpotensi meningkat jauh lebih tinggi jika kenaikan harga komoditas global sepenuhnya di pass-through ke harga-harga domestik. Namun, Menkeu menegaskan bahwa potensi transmisi tingginya harga komoditas global tersebut dapat diredam dengan jalan mempertahankan harga jual BBM, LPG dan listrik di dalam negeri untuk tidak naik, dengan konsekuensi peningkatan pada biaya subsidi dan kompensasi.
"APBN berperan penting sebagai shock absorber sehingga daya beli masyarakat serta keberlanjutan pemulihan ekonomi tetap dapat dijaga. Berbagai kebijakan untuk melindungi masyarakat, seperti melalui skema subsidi dan bantuan sosial, terus dilaksanakan sebagai bagian dalam mengendalikan inflasi," terang Menkeu.
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur