Tak Mampu Stabilkan Rupiah, Sudah Saatnya Gubernur BI Perry Warjiyo Dicopot!

- Kamis, 06 Februari 2025 | 14:50 WIB
Tak Mampu Stabilkan Rupiah, Sudah Saatnya Gubernur BI Perry Warjiyo Dicopot!

POLHUKAM.ID - Kurs rupiah terpuruk ke tingkat yang memprihatinkan. Pasalnya, rupiah sempat tembus Rp16.422 per dolar AS pada Kamis (19/12/2024). 


Kementerian Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, nampaknya tidak berdaya menghadapi merosotnya kurs rupiah ini. 


Meski kurs rupiah pada pembukaan perdagangan Rabu (5/2/2025), menguat hingga 51 poin atau 0,31 persen menjadi Rp16.300 per dolar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya Rp16.351 per dolar AS. 


Namun Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, meramal akan tembus Rp17.000/US$ bahkan lebih rendah lagi bisa Rp18.000/US$.


"Jadi rupiah ini bisa saya perkirakan kalau tidak diintervensi terus ya Rp17.000/US$ bahkan lebih rendah lagi bisa Rp18.000/US$, kita hanya bisa bertahan dengan intervensi dengan masuknya utang ke Indonesia sekarang utangnya dari pemerintah dan BI yang juga sudah dijadikan pencetak utang luar negeri," kata Anthony saat berbincang, Rabu (5/2/2025) kemarin.


Menurut dia, anjloknya rupiah itu sebenarnya tidak mengejutkan, tinggal menunggu waktu saja. 


"Kan defisit terus, akan flow dan lainnya. Inikan dampaknya. Apa lagi kalau kita lihat terakhir BI menurunkan suku bunga di mana selisih dengan itu misalnya suku bunga AS, mereka sudah semakin menipis begitu," jelasnya.


"Itu kan sudah memicu, itu kan sudah hampir semua diangkat sampai juga ke sana. Tapi secara fundamental memang ini akan terus. Secara fundamental kita tidak ada kekuatan untuk menahan rupiah," timpalnya.


Jika kondisi ini terus berlanjut, dia mengkhawatirkan rupiah semakin tak berharga. 


Bukan tidak mungkin, dalam waktu dekat, kurs rupiah semakin tenggelam hingga ke level Rp17.000 per dolar AS.


"Jika itu yang terjadi, tekanan terhadap rupiah akan semakin berat. Jangan sampai tekanan ini menjadi bola salju, memicu panik di dunia usaha, memicu gagal bayar utang luar negeri, yang bisa menjadi pangkal pokok krisis moneter," katanya.


Menurut dia, langkah BI menahan uang panas tetap betah di Indonesia, bisa berhasil namun juga berpeluang gagal. Bergantung keputusan bank sentral AS (The Fed) seperti apa. 

Halaman:

Komentar

Terpopuler