Kritiknya menyiratkan bahwa rezim Prabowo—jika tetap mempertahankan warisan Jokowi—tidak akan membawa perubahan berarti, melainkan hanya melanggengkan sistem kekuasaan yang mengabaikan tuntutan keadilan masyarakat.
Kriminolog Reza Indragiri Amriel menyoroti dimensi lain dari fenomena ini, yakni soliditas TNI di bawah kendali Prabowo yang justru dapat menjadi bumerang bagi demokrasi.
Jika militer menjadi alat politik untuk menekan suara rakyat, maka bukan tidak mungkin Prabowo akan semakin berani menentang arus opini publik.
Ini mengarah pada munculnya sikap arogansi politik, di mana pemegang kekuasaan merasa tidak perlu mengindahkan suara rakyat karena memiliki dukungan institusi yang solid.
Dalam sejarah, sikap semacam ini sering berujung pada otoritarianisme yang mengorbankan prinsip keadilan dan demokrasi.
Dengan demikian, watak Prabowo yang menjunjung tinggi balas budi kepada Jokowi justru dapat menjadi ancaman bagi demokrasi dan supremasi hukum.
Jika tuntutan rakyat untuk mengadili Jokowi diabaikan demi menjaga harmoni di lingkaran elite, maka itu menandakan bahwa kepentingan penguasa lebih diutamakan daripada keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pertanyaannya, apakah rakyat akan diam, atau justru semakin kuat menyuarakan perlawanan? ***
Sumber: FusilatNews
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur