'Sinyal Terulang Peristiwa Reformasi 1998 Sudah Menyala'
Oleh: Ali Syarief
Akademisi
Wacana tentang kemungkinan terulangnya peristiwa Reformasi 1998 kembali mencuat, terutama setelah sejumlah tokoh, termasuk mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), memberikan sinyal bahwa situasi politik dan ekonomi saat ini memiliki kemiripan dengan kondisi menjelang kejatuhan Orde Baru.
Esensi peristiwa 1998 adalah pemberontakan rakyat terhadap sistem yang korup, kolutif, dan nepotistik (KKN), yang kala itu dipraktikkan oleh Presiden Soeharto dan kroni-kroninya.
Ironisnya, di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), praktik nepotisme justru semakin telanjang dan terang-terangan, seolah-olah tidak ada lagi batas konstitusional yang mampu membendungnya.
Kemiripan Situasi: KKN yang Semakin Menggurita
Reformasi 1998 didorong oleh kemarahan rakyat terhadap praktik KKN yang telah merajalela selama lebih dari tiga dekade pemerintahan Soeharto.
Kala itu, kesenjangan ekonomi semakin melebar, krisis moneter menghantam keras, dan kepercayaan publik terhadap institusi negara anjlok.
Kini, dua dekade lebih setelah Reformasi, kita menyaksikan bahwa praktik yang sama masih terjadi—bahkan dengan skala yang lebih besar.
Nepotisme di era Jokowi tidak lagi bersembunyi di balik tirai kekuasaan, melainkan dengan gamblang menampilkan wajahnya di hadapan rakyat.
Penempatan anggota keluarga di posisi strategis, baik di pemerintahan maupun di partai politik, adalah bentuk eksploitasi kekuasaan yang mencederai demokrasi.
Putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, yang baru seumur jagung dalam dunia politik, kini menjadi Wakil Presiden terpilih.
Sementara itu, putra bungsunya, Kaesang Pangarep, dengan mulus menjadi Ketua Umum PSI—sebuah partai yang kini tampak lebih sebagai kendaraan politik dinasti ketimbang wadah aspirasi publik.
Tak hanya itu, kebijakan ekonomi yang lebih berpihak pada oligarki, eksploitasi sumber daya alam yang semakin rakus, serta tumpulnya hukum terhadap kejahatan korupsi semakin menguatkan anggapan bahwa reformasi telah dikhianati oleh penguasa sendiri.
Kondisi Ekonomi dan Sosial yang Mengkhawatirkan
Sama seperti menjelang 1998, kondisi ekonomi saat ini sedang tidak baik-baik saja.
Utang negara melonjak drastis, daya beli masyarakat melemah, dan harga-harga kebutuhan pokok melambung tinggi.
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur