Sebagai contoh, beberapa pernyataan publik Gibran menunjukkan keterbatasan pemahamannya:
1. Saat kampanye Pilpres 2024, Gibran menyarankan ibu hamil mengonsumsi asam sulfat, padahal zat tersebut merupakan bahan kimia berbahaya.
2. Dalam pidato resmi, ia sering menggunakan diksi tidak tepat, seperti “para para kyai kyai, para para guru guru, dan para para tokoh tokoh.”
Agar pemerintahan berjalan efektif dan harmonis, Prabowo sebagai Presiden idealnya meminta Gibran secara persuasif untuk mengundurkan diri dari jabatan Wakil Presiden.
Jika Gibran menolak, opsi hukum dan politik di DPR RI dapat digunakan agar MPR RI mengeluarkan TAP MPR tentang pemberhentiannya, dengan merujuk pada TAP MPR Nomor VI Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara serta UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3.
Jika Prabowo mengambil langkah ini, pemerintahan akan lebih stabil, dan ia dapat fokus menjalankan tugas kenegaraan tanpa beban politik yang ditimbulkan oleh Gibran.
Keputusan tersebut juga akan memperkuat citra Prabowo sebagai pemimpin yang mengutamakan kepentingan bangsa, serta berpotensi menarik dukungan politik lintas golongan dan meningkatkan kepercayaan investor.
Pada akhirnya, menghindari figur pemimpin dengan karakteristik seperti Gibran merupakan tanggung jawab moral Presiden Prabowo sebagai kepala negara dan pemimpin tertinggi bangsa.
Jika Prabowo berhasil menjalankan diskresi politik dengan menyingkirkan Gibran dari pemerintahan, hal ini akan memperkuat legitimasi kepemimpinannya serta memberikan dampak positif bagi stabilitas nasional dan kemajuan Indonesia.
Artikel ini merupakan bentuk sumbangsih penulis sebagai pakar dalam kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum serta peran serta masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. ***
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur