"Nah, paniknya sekarang. Tahun 2025 dilakukan efisiensi besar-besaran tanpa perencanaan matang. Dampaknya ke mana-mana, sektor usaha atau swasta berat," imbuhnya.
Karena seretnya keuangan negara, lanjut Bhima, pemerintah terpaksa menunda pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Padahal, sudah banyak CPNS dan PPPK mundur dari pekerjaan lama.
Akibatnya, mereka banyak yang terjebak pinjaman online (pinjol), bahkan judi online (judol) atau nekat menjadi buzzer, untuk bertahan hidup.
"Ini jelas menggerus popularitas Presiden Prabowo. Tingkat ketidakpuasan terhadap kebijakan anggaran, perpajakan menjadi salah satu ganjalan bagi Prabowo. Makanya, Sri Mulyani menjadi tidak relevan lagi untuk membantu Prabowo," kata Bhima.
Sedangkan kinerja Airlangga Hartarto, kata dia, sami mawon dengan Sri Mulyani.
Sebagai dirigen tim ekonomi, Airlangga menjalankan tugas itu. Saat ini, industri banyak yang tutup sehingga menimbulkan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).
"Berbagai paket stimulus yang dikeluarkan Airlangga gagal mendorong daya beli, koordinasi kementerian bidang ekonomi, amburadul. Apalagi setelah Sri Mulyani langsung di bawah presiden," ungkapnya.
Bhima meyakini, pasar akan melihat sisi positif dari mundurnya Sri Mulyani dan Airlangga Hartarto. Namun ada syaratnya.
"Pasar pasti merespons positif jika penggantinya adalah teknokrat atau birokrat karir. Respons sebaliknya kalau penggantinya politikus, apalagi kerabat Prabowo. Saat Thomas Djiwandodo masuk menjadi Wamenkeu saja, kredibilitas Kemenkeu langsung turun," pungkasnya.
Sumber: Inilah
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur