TRAGEDI TANJUNG PRIOK 1984
Peristiwa Tanjung Priok merupakan kasus bentrok antara militer dan masyarakat Tanjung Priok pada 1984.
Bentrokan militer bersenjata melawan rakyat biasa ini dianggap sebagai peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia pada masa Orde Baru.
Dalam peristiwa itu, sebanyak 24 orang tewas dan 55 korban lainnya luka-luka.
Sementara itu, menurut investigasi Solidaritas Nasional atas peristiwa Tanjung Priok (Sontak) jumlah korban tewas mencapai 400 orang.
Selain itu, 160 orang yang dicurigai berkaitan dengan peristiwa tersebut ditangkap oleh militer tanpa prosedur jelas dan tanpa surat perintah dari atasan.
Berikut kronologi dan dampak peristiwa tersebut.
Kritik Terhadap Orde Baru
Peristiwa pelanggaran HAM tersebut dapat ditarik dari upaya-upaya penceramah di masjid dan musala di kawasan Tanjung Priok, yang kerap mengkritik Orde Baru.
Para penceramah ini mengkritik berbagai kebijakan seperti penerapan asas tunggal Pancasila, pelarangan ceramah tanpa izin, pelarangan mengenakan kerudung bagi siswi SMA, dan sebagainya.
Di samping itu, juga ada muatan politik secara spesifik yang melatarbelakanginya, semisal pengkerdilan partai Islam dan organisasi Islam lainnya.
Hal inilah yang kemudian mengundang datangnya orang-orang berlatar belakang militer ke kawasan tersebut dan mulai menertibkan masjid dan musala , khususnya Mushola As-Sa'adah.
7 September 1984
Seorang anggota Babinsa mendatangi Mushola As-Sa'adah dan meminta untuk mencopot pamflet jadwal pengajian yang juga berisi tulisan tentang problem Islam masa Orde Baru.
Tindakan seorang Babinsa itu tentunya melahirkan kemarahan masyarakat yang hadir dalam peristiwa tersebut.
Tidak cukup pelepasan pamflet, ketegangan masih berlanjut di keesokan harinya.
8 September 1984
Keesokan harinya, seorang oknum ABRI bernama Sertu Hermanu mendatangi Mushola As-Sa'adah dan meminta pengurus musala itu menyerahkan pamflet yang dilepas kemarin.
Dalam aksi tersebut, ia tidak saja menyita pamflet, tetapi juga menyinggung perasaan rakyat muslim karena memasuki musala tanpa melepas sepatu dan bahkan menyiramkan air got ke dinding Mushola As-Sa'adah dan menginjak-injak Al-Quran.
Aksi tersebut langsung menyulut kemarahan masyarakat dan kemudian membakar motor milik Sertu Hermanu.
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur