Antara Konsistensi Gelar Jokowi dan Dugaan Ijazah Palsu

- Senin, 05 Mei 2025 | 14:40 WIB
Antara Konsistensi Gelar Jokowi dan Dugaan Ijazah Palsu


Namun hingga saat ini, Presiden RI ke-7 Joko Widodo belum secara langsung menunjukkan ijazah aslinya kepada publik. 


Ketidakhadiran dokumen otentik inilah yang terus memperpanjang kontroversi dan membuka ruang bagi spekulasi yang tak kunjung usai.


Oleh karena itu, saya menyimpulkan bahwa polemik ini sebenarnya bisa diakhiri dengan cara yang sederhana dan elegan. Tidak perlu sampai dibawa ke ranah hukum.


Jika sejak awal mantan Presiden Jokowi bersedia menunjukkan ijazah aslinya secara terbuka, maka semua keraguan akan sirna. 


Prasangka akan gugur, dan yang terpenting, energi bangsa tidak lagi tersita untuk memperdebatkan isu administratif yang sejatinya mudah dibuktikan.


Sayangnya, persoalan ini telah menyeret sejumlah nama ke ranah hukum. Sulit dipercaya bahwa seorang presiden bisa dikaitkan dengan dugaan pemalsuan ijazah, apalagi dari UGM, salah satu universitas terbaik di Indonesia.


Dalam setiap pencalonan, baik sebagai wali kota, gubernur, maupun presiden, KPU tentu telah melakukan verifikasi terhadap keabsahan dokumen, termasuk ijazah.


Namun demikian, meskipun telah ada verifikasi resmi, bahkan klarifikasi dari pihak UGM, tuduhan pemalsuan ijazah tetap bergulir. 


Beberapa orang bahkan harus berhadapan dengan hukum karena isu ini.


Bambang Tri Mulyono, penulis buku Jokowi Undercover, serta penceramah Sugi Nur Rahardja (Gus Nur), harus mendekam di penjara usai ditetapkan sebagai tersangka penyebaran ujaran kebencian dan/atau penistaan agama. 


Mereka dijerat berdasarkan konten video yang diunggah melalui kanal YouTube “Gus Nur 13 Official”.


Di sisi lain, mantan Presiden Jokowi juga telah melaporkan sejumlah pihak yang dianggap menyebarkan tuduhan tak berdasar ke Polda Metro Jaya. 


Jokowi menyampaikan laporan ini pada Rabu 30 April 2025 dengan menumpangi mobil Toyota Kijang Innova dengan nomor polisi B. 2329 SXL.


Kini, publik menanti akhir dari drama panjang ini. Sebagai mantan pemimpin tertinggi negara, transparansi adalah sebuah keniscayaan. Isu ini bukan sekadar soal hukum, tetapi menyangkut integritas dan kepercayaan publik. 


Bila terus dibiarkan tanpa penyelesaian yang tuntas, masyarakat akan terus bertanya-tanya tanpa jawaban pasti.


Dan mungkin, pada akhirnya, pertanyaan itu akan tetap menggantung sebagai misteri yang hanya bisa dijawab oleh “rumput yang bergoyang.”


Wallahu a’lam bish shawab. ***

Halaman:

Komentar

Terpopuler