Ijazah Simalakama dan Stigma Pembohong

- Jumat, 23 Mei 2025 | 21:05 WIB
Ijazah Simalakama dan Stigma Pembohong


Sikap Skeptis Publik


Ada dua arus besar yang menyelimuti skandal ijazah Jokowi yang sudah menjadi semacam kotak pandora bagi upaya kemuliaan politik dan penegakan hukum.


Pertama,


Latar kiprah rezim Jokowi yang disinyalir kental dengan KKN, multifungsi Polri, kriminalisasi dan pembunuhan bagi setiap gerakan kesadaran dan kritis serta penghancuran ideologi dan karakter nasional bangsa.


Maka kemungkinan besar, kasus ijazah menjadi pertarungan hidup mati bagi kelangsungan politik dan kekuasaan Jokowi beserta keluarga, kroni dan tak luput para buzzer penghianat dan pemecah belah rakyat.


Miris dan seperti biasanya, Jokowi dengan segala kekuatan uang, pengaruh dan kekuasaannya akan selalu menggunakan segala cara untuk terus merekayasa dan mempertahankan pembentukan opini keaslian jazahnya.


Oleh karena itu, mulai dari kekuatan oligarki, ideologi dan kader komunis serta para kapitalis birokrat dan politisi cenderung digunakan menopang kekuasaan dan kesinambungan rezim Jokowi.


Bagi Jokowi dan kompatriotnya, skandal Ijazah menjadi titik nadir klimaks atau anti klimaks perjalanan politiknya. Jokowi beserta keluarga dan kroni tak bisa menghindar dari fase “kill or to be killed”. Rezim Jokowi berada dalam “peperangan terbunuh atau dibunuh”, sekalipun menghadapi rakyatnya sendiri.


Dari dua periode berkuasa, Jokowi berada dalam ambang batas menyingkirkan atau disingkirkan dalam mencapai kepentingan dan tujuan politiknya.


Kedua,


Lain halnya Jokowi, lain pula rakyat Indonesia. Publik di dunia nyata maupun di dunia maya menjadikan skandal ijazah Jokowi sebagai pintu masuk untuk membongkar sekaligus mengadili semua kebobrokan dan kejahatan dua periode pemerintahan Jokowi.


Lebih dari sekedar legalitas dan legitimasi ijazah yang “equivalent” dengan legalitas dan legitimasi pemerintahan Jokowi sebelumnya.


Rakyat juga menuntut persoalan etika, moral dan hukum bagi kepemimpinan Jokowi dan pemerintahannya yang lalu jika ijazah Jokowi terbukti palsu.


Dengan demikian tuntutan rakyat menjadi relevan dengan upaya menegakan kebenaran dan keadilan, meluruskan sejarah serta tekad kuat dalam membangun harga diri, kehormatan, martabat dan jatidiri bangsa Indonesia pada kancah internasional.


Lebih dari itu dan menjadi substansial juga, respon Jokowi terhadap tuduhan Ijazah palsunya yang arogan dan represif mutlak untuk dimintai pertanggunganjawabnya.


Gerakan kesadaran dan kritis terhadap keberadaan ijazah Jokowi yang telah menjadi korban tangan besi rezim Jokowi, seperti Bambang Tri, Gus Nur menyusul Eggy Sudjana, Roy Suryo, Rizal Fadilah, Rismon Sianipar dll. serta semua yang tergabung dalam Tim Pembela Ulama dan Aktifis (TPUA) yang menjadi pelopor penggugat ijazah palsu, penting dan wajib untuk dilindungi dan mendapatkan perlakuan yang selayaknya di mata hukum.


Bagi publik dan boleh jadi kini telah menjadi perhatian dunia, skandal ijazah Jokowi terlepas asli atau palsu setidaknya menjadi aib yang begitu memalukan.


Bangsa yang terkenal dengan adat ketimuran dan mayoritas umat Islam menghasilkan presiden dengan banyak gugatan kepalsuan, lebih dari sekedar rumor kepalsuan ijazahnya.


Buruk pemimpin merupakan cermin dari buruk rakyatnya.


Atau sebaliknya, pemimpin yang dzolim akan melahirkan rakyat yang sakit.


Rakyat menuai hasil yang ditanamnya, pemimpin akan menanggung akibat dari semua yang dikerjakannya.


Jokowi harus seperti menghadapi buah simalakama dari kasus ijazahnya, sembari bertarung dengan stigma buruk dan jahat dari tradisi kebohongannya di mata rakyat.


Sementara bagi rakyat, lebih dari masalah ijazah, panjang umur perlawanan dan abadi perjuangan menegakan kebenaran dan keadilan.


Begitulah ghiroh rakyat teraniaya dan tertindas. 


Whallahu’alam bishawab. ***

Halaman:

Komentar

Terpopuler