Said Didu Blak-Blakan: Sebut 4 Menteri Ini Harus Dipecat Presiden Prabowo!

- Rabu, 02 Juli 2025 | 21:50 WIB
Said Didu Blak-Blakan: Sebut 4 Menteri Ini Harus Dipecat Presiden Prabowo!




POLHUKAM.ID - Pengamat kebijakan publik dan Eks Sekretaris BUMN, Said Didu, yang dikenal sebagai salah satu suara kritis di panggung politik Indonesia, secara tegas menyuarakan urgensi perombakan atau reshuffle kabinet pemerintahan mendatang.


Dalam sebuah diskusi di podcast Deddy Corbuzier, Said Didu memaparkan pandangannya bahwa pergantian menteri bukan sekadar formalitas, melainkan sebuah kebutuhan krusial untuk memastikan arah kebijakan negara sejalan dengan visi dan misi Presiden terpilih, Prabowo Subianto.


Menurut Said Didu, reshuffle kabinet adalah langkah fundamental untuk "perbaikan dan agar Presiden dapat menentukan orang-orang yang sejalan dengan visi dan misinya."


Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya kohesi dalam tim pemerintahan, di mana setiap anggota kabinet harus memiliki pemahaman dan komitmen yang sama terhadap tujuan-tujuan besar negara.


Tanpa keselarasan ini, ia khawatir, implementasi kebijakan akan berjalan pincang dan tidak efektif dalam mencapai cita-cita yang telah digariskan.


Lebih lanjut, Said Didu tidak ragu untuk menyebutkan nama-nama yang menurutnya sudah selayaknya diganti dalam reshuffle mendatang. 


Ia secara spesifik menyoroti beberapa figur, antara lain "Erik Thohir, Airlangga Hartarto, dan Bahlil."


Alasan di balik rekomendasi ini cukup gamblang: Said Didu menilai mereka "dianggap tidak memikirkan rakyat dan menyimpang dari visi Prabowo."


Ini adalah tudingan serius yang menunjukkan adanya kesenjangan antara ekspektasi publik dan kinerja individu-individu tersebut di mata Said Didu.


Baginya, posisi strategis dalam kabinet seharusnya diisi oleh figur-figur yang benar-benar berdedikasi pada kepentingan rakyat dan mampu menerjemahkan visi presiden menjadi kebijakan nyata.


Selain itu, Said Didu juga menyoroti sosok "Budi Arie" yang menurutnya perlu diganti. 


Ia beralasan bahwa pergantian Budi Arie diperlukan "agar rakyat yakin dengan komitmen Prabowo."


Pernyataan ini mengindikasikan bahwa Said Didu melihat adanya resistensi atau keraguan di kalangan masyarakat terhadap komitmen Prabowo, dan salah satu cara untuk membangun kembali kepercayaan tersebut adalah dengan mengganti figur-figur yang dianggap bermasalah atau kontroversial.


Isu kepercayaan publik ini menjadi sangat vital, mengingat legitimasi pemerintahan sangat bergantung pada dukungan dan keyakinan rakyat terhadap pemimpinnya.


Dalam konteks visinya untuk kepemimpinan Prabowo, Said Didu menjelaskan bahwa Prabowo memiliki tiga fokus utama yang harus dipegang teguh.


Pertama, "mengatasi kemiskinan di tengah kekayaan negara," khususnya yang terkait dengan pengelolaan sumber daya alam dan isu korupsi.


Kedua, "mengembalikan ekonomi yang dikuasai oligarki kepada rakyat," sebuah poin krusial yang menyoroti dominasi kelompok-kelompok tertentu dalam struktur ekonomi negara.


Dan ketiga, "mengembalikan kedaulatan negara yang diatur oleh pemilik uang kepada rakyat," yang menegaskan kembali pentingnya independensi negara dari intervensi kekuatan-kekuatan finansial.


Said Didu berharap, "Prabowo dapat segera menunjukkan komitmennya terhadap janji-janjinya."


Ini adalah seruan agar janji-janji politik tidak hanya menjadi retorika kampanye, tetapi benar-benar diwujudkan dalam tindakan nyata.


Said Didu juga tidak segan menyatakan bahwa Indonesia saat ini berada dalam "kondisi darurat", terutama terkait dengan kekayaan alam yang tidak dinikmati rakyat, praktik korupsi yang merajalela, dan cengkeraman oligarki.


Dalam kondisi demikian, ia memaklumi penempatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) di berbagai sektor, seperti Kejaksaan, Timah, dan Bulog.


Baginya, langkah ini dapat dilihat sebagai upaya untuk menjaga kedaulatan ekonomi dan memastikan sumber daya negara benar-benar dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat.


Fokus Said Didu pada pemberantasan korupsi dan oligarki sangat menonjol. 


Ia menekankan perlunya "menutup keran aliran dana ilegal" yang diperkirakan sangat fantastis, mencapai "5.000-7.000 triliun rupiah".


Dana ilegal ini, menurutnya, berasal dari berbagai sumber seperti korupsi, judi online, narkoba, dan penyelundupan. 


Lebih jauh, Said Didu menyoroti keberadaan "sembilan naga" yang dianggapnya "tidak pernah berganti dan menguasai berbagai lini kekuasaan".


Ia berharap Prabowo tidak lagi menggunakan kriteria yang menguntungkan kelompok-kelompok ini, yang dinilai menghambat kemajuan bangsa.


Dalam konteks penegakan hukum, Said Didu secara khusus "mendesak Kejaksaan Agung untuk membongkar kasus-kasus besar seperti kasus laptop dan tambang yang diduga melibatkan pusat kekuasaan".


Ia bahkan menganggap Kejaksaan Agung sebagai "Kopassus" dalam pemberantasan korupsi karena dinilai memiliki konflik kepentingan yang lebih kecil dibandingkan lembaga penegak hukum lainnya. 


Ini menunjukkan harapan besar Said Didu terhadap peran Kejaksaan dalam membersihkan praktik-praktik kotor di lingkaran kekuasaan.


Perbaikan sistem dan regulasi juga menjadi perhatian Said Didu. Ia menekankan pentingnya "perbaikan regulasi secara paralel dengan eksekusi kebijakan".


Ia memberikan contoh perlunya "pemisahan antara lembaga yang membuat regulasi dan yang mengawasi, seperti dalam kasus SIM dan BPKB", untuk menghindari potensi konflik kepentingan.


Selain itu, "perbaikan undang-undang politik juga dianggap penting untuk menutup politik uang", sebuah fenomena yang terus-menerus merusak integritas demokrasi.


Sebagai figur oposisi, Said Didu menegaskan identitasnya sebagai "manusia merdeka" yang tidak mewakili partai atau siapa pun, melainkan "hati dan pikirannya sendiri".


Ia menyatakan kesiapannya untuk menghadapi segala risiko, bahkan "kehilangan nyawa", dalam menyuarakan kebenaran dan melawan penyimpangan. 


Perjuangannya, kata Said Didu, adalah untuk negara, dan ia akan mendukung jika negara berada di jalan yang benar.


Said Didu mengakhiri pandangannya dengan menyampaikan harapan dan ketakutan terbesarnya terhadap Indonesia. 


Ia berharap Prabowo menjadi "presiden yang mandiri dan bebas dari pengaruh apa pun" untuk mewujudkan visi dan misinya.


Namun, ketakutan terbesarnya adalah "hilangnya idealisme, patriotisme, dan nasionalisme," serta "pembungkaman suara kebenaran". 


Ia juga mengkhawatirkan "pembajakan politik dan aparat oleh oligarki", sebuah ancaman serius terhadap kedaulatan dan keadilan.


Diskusi antara Deddy Corbuzier dan Said Didu ini secara tidak langsung menjadi pembelajaran bagi publik. 


Seperti yang diungkapkan, pertemuan ini menunjukkan bahwa "perbedaan pendapat tidak harus berujung pada permusuhan pribadi".


Diskusi yang keras, menurut Said Didu, justru "penting untuk menemukan solusi terbaik bagi bangsa". 


Deddy Corbuzier sendiri ingin menunjukkan bahwa berada di dalam pemerintahan tidak berarti tidak bisa mengundang oposisi atau membatasi kebebasan berbicara, sebuah pesan penting bagi kematangan demokrasi.


Sumber: Suara

Komentar