POLHUKAM.ID - Sebuah keputusan yang disampikan oleh pihak Komisi Pemilihan Umum di mana KPU rahasiakan data Capres dan Cawapres 2029.
Hal ini tertuang dalam keputusan Komisi Pemilihan Umum menetapkan dalam Kepurusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 731 tahun 2025 tentang penetapan dokumen persyaratan pasangan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden sebagai informasi publik yang dikecualikan Komisi Pemilihan Umum.
Dalam putusan tersebut menyebutkan bahwa ‘Menetapkan Dokumen Persyaratan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden sebagai Informasi Publik yang Dikecualikan Komisi Pemilihan Umum’.
Dalam keputusan tersebut terdapat 16 data yang dikecualian yang tidak akan dibuka kepublik oleh KPK.
Adapun pengecualian tersebut di antaranya poin ke 8 adalah daftar riwayat hidup, profil singkat, dan rekam jejak setiap bakal calon.
Selain itu pada poin ke 12 juga dituliskan pengecualian terhadap bukti kelulusan berupa fotokopi ijazah, surat tanda tamat belajar, atau surat keterangan lain yang dilegalisasi oleh satuan pendidikan atau program pendidikan menengah.
Refly Harun selaku pengamat politik dan Ahli Hukum Tata Negara menyampaikan bahwa aturan yang ditetapkan pada tanggal 21 Agustus 2025 ini bertentangan dengan undang-undang.
Menurut Refly bahwa bahwa undang-undang mengecualikan peraturan keterbukaan informasi publik terkait dengan posisi seseorang dalam jabatan-jabatan publik.
“Jadi jelas persyaratan Presiden dan Wakil Presiden itu berkaitan dengan jabatan publik, jadi jelas aturan yang dikeluarkan oleh KPU merupakan benteng agar masyarakat tidak bisa lagi mempertanyakan data Presiden dan Wakil Presiden,” paparnya.
“Padahal itu adalah data atau informasi publik yang wajib diketahui oleh publik sesuai dengan pasal undang-undang keterbukaan informasi publik pasal 17 dan 18,” jelasnya,
Refly menambahkan bahwa hal ini seperti yang terjadi pada ijazah Joko Widodo dan Gibran Rakabuming Raka yang dipertanyakan oleh beberapa pihak.
Menurut Refly apakah aturan yang dikeluarkan oleh KPU ini terlait dengan gugatan terhadap ijazah Gibran dan Jokowi.
“Ini menjadi pertanyaan besar, kenapa KPU melakukan ini. Apakah KPU ditekan dan lain sebagainya,” tanya Refly.
Selain itu netizen juga mengomentari akan aturan yang dibuat oleh KPU yang merahasiakan data Capres dan Cawapres tersebut.
“Baru kali ada pejabat publik yg di istimewakan ...luar biasa. Jadi nya masy malah ingin lebih banyak mengetahui,” komentar akun @nurhidayat1442.
“Mereka (KPU) cuma takut dokumen palsunya si Jkw & si Samsul Terbongkar ke publik,” tambah akun @paijoo-f5l.
“Dari Jaman pak Harto sampai SBY, gak ada masalah itu dokumen seperti itu dibuka ke publik, cuma di jaman sekarang saja,” tambahnya.
“KPU ketakutan sama Jokowi apa boleh KPU buat peraturan ini,” akun @abdulchakim868 ikut mengomentari.
Akun @daldirin.martareja2432 menuliskan bahwa di samping itu secara keseluruhan berkait dengan UU 14/2008.
Ada dua pertimbangan tambahan:
- KPU itu bekerja di bawah UU, ketetapannya tidak bisa bertentangan atau tidak mengindahkan UU.
- KPU adalah organisasi tunggal, tidak memiliki jenjang dan skala organisasi yang organisasi, fungsi dan hubungan tatakerjanya ditetapkan oleh UU secara tersendiri.
- Oleh karena itu, kiranya ketetapan KPU hanya mengikat KPU atau hanya mengikat perihal pelaksanaan pemilu.
KPU tidak etis dan tidak bisa mengatur operasional fungsi-fungsi lain, hal yang semestinya KPU tunduk pada aturan ketetapan tentang informasi publik.
Jika benar demikian, peraturan KPU itu semestinya tidak berlaku dan tidak perlu diindahkan.
Jika KPU memaksakan diri, jika tidak cukup dengan ditertawakan, boleh jadi memerlukan penggrebekan massa atas tuduhan ilegal atau melawan hukum atau makar (setidaknya melawan ketetapan negara) dan melindungi kepentingan seseorang atau satu pihak, bukan kepentingan umum atau negara.
Analog dengan sistem dan operasional prosedur politik yang memerlukan long march, maka class action perlu diwujudkan dengan unsur pemaksaan kepada KPU.
Tentu publik menunggu gercep presiden sebagai kepala negara yang tindakannya dilindungi hukum dan semestinya dapat digunakan untuk mengatasi tidak hanya situasi darurat, tetapi juga untuk memperbaiki birokrasi yang tolol, ceroboh dan tidak profesional.
Meski Nepal terinsipirasi gerakan rakyat di indonesia, tetapi gerakan rakyat Indonesia juga tidak boleh lengah, dan lemah, tetapi juga harus semakin kuat atas dasar hikmat kebijaksanaan.
Sumber: disway
Artikel Terkait
Manuver Prabowo Ambil Alih Penuh Kendali? Pakar Bongkar Pencopotan Sri Mulyani dan Budi Gunawan!
Analis Politik dan Militer Mencium Penyebab Utama Budi Gunawan Dilengserkan
Warga Jakarta Tolak Gotong Mayat Pejabat Ini, Pas Hidup Bikin Sengsara Rakyat!
INFO! Ini Sejumlah Nama Yang Berpotensi Isi Kursi Menkopolkam