Kapolri Baru Bukan Orang Dekat Jokowi, Mengapa Ini Jadi Pertaruhan Citra Presiden Prabowo?

- Senin, 15 September 2025 | 14:10 WIB
Kapolri Baru Bukan Orang Dekat Jokowi, Mengapa Ini Jadi Pertaruhan Citra Presiden Prabowo?




POLHUKAM.ID - Wacana pergantian pucuk pimpinan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) memanas. 


Di tengah spekulasi yang beredar, sorotan tajam kini mengarah pada satu kriteria krusial, Kapolri baru tidak boleh berasal dari lingkaran dekat mantan Presiden Joko Widodo, atau yang populer disebut sebagai "Geng Solo".


Pertanyaan besar ini dilontarkan oleh Profesor Riset Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti.


Melalui kanal YouTube-nya, ia secara terbuka mempertanyakan apakah Kapolri di era pemerintahan baru akan menjadi sosok yang loyal kepada Presiden Prabowo Subianto, atau justru tetap berada di bawah bayang-bayang pengaruh Jokowi.


Menurut Ikrar, melepaskan figur Kapolri dari asosiasi kuat dengan Jokowi adalah langkah strategis yang tidak bisa ditawar. 


Ia menegaskan bahwa calon pengganti Jenderal Listyo Sigit Prabowo haruslah figur yang independen dan tidak termasuk dalam lingkaran elite yang kariernya meroket sejak Jokowi menjabat sebagai Wali Kota Solo.


“Yang penting dia bukanlah orang yang terlalu dekat (dengan Jokowi) seperti yang disebut oleh banyak orang sebagai orang-orang yang masuk dalam kategori Geng Solo,” tambah Ikrar, Minggu (14/9/2025).


Istilah "Geng Solo" sendiri merujuk pada para perwira polisi dan militer yang memiliki kedekatan historis dengan Jokowi, di mana karier mereka berkembang pesat seiring dengan naiknya Jokowi ke panggung kekuasaan nasional.


Ikrar bahkan secara spesifik menyebut Kapolri saat ini, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto sebagai contoh figur yang masuk dalam kategori tersebut.


Lantas, mengapa isu ini menjadi begitu vital bagi citra Presiden Prabowo Subianto? Ikrar menjelaskan bahwa publik menaruh harapan besar pada Kapolri baru. 


Sosok pimpinan Polri sangat diperhitungkan oleh masyarakat, yang mendambakan adanya reformasi nyata di tubuh Korps Bhayangkara.


“Persoalan pimpinan Polri memang sangat diperhitungkan oleh masyarakat, karena diharapkan Kapolri yang baru benar-benar bisa membuat suatu langkah-langkah reformasi di Kepolisian Negara Republik Indonesia dan kemudian juga bisa membuat langkah-langkah hukum yang tepat,” ungkapnya.


Harapan publik ini bukan tanpa alasan. Ikrar menyinggung sejumlah kasus besar yang penanganannya dinilai mandek atau kurang transparan, seperti dugaan ijazah palsu Jokowi hingga tuntutan perdata yang melibatkan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.


Selain itu, penanganan kerusuhan yang terjadi pada Agustus dan awal September 2025 juga menjadi sorotan. 


Ikrar menuntut adanya kejelasan, terutama terkait nasib anggota TNI yang diduga terlibat dalam insiden tersebut.


“Kita ingin ada transparansi mengenai apa yang terjadi, agar ini tidak terjadi lagi,” tegasnya.


Pada akhirnya, pilihan Kapolri menjadi pertaruhan besar bagi otoritas Presiden Prabowo. 


Jika isu ini terus dibiarkan mengambang dan Kapolri baru masih dianggap sebagai "orangnya Jokowi", hal itu berpotensi merusak citra Prabowo sebagai pemegang mandat penuh dari rakyat.


“Jika itu hanya sebuah isu yang terus berlangsung, ini juga tentunya akan memberikan citra buruk kepada Presiden Prabowo Subianto sebagai pemegang mandat penuh Presiden Republik Indonesia yang memiliki otoritas kekuasaan penuh karena dia dipilih rakyat dan mendapatkan kepercayaan dari rakyat,” tutupnya.


Sumber: Suara

Komentar