Terakhir sebagai “sendok kelima” adalah Rosan Roslani. Ia akan membenahk BUMN.
“Dengan pemberhentian Erick Thohir, kendali BUMN kini sepenuhnya berada di tangan Danantara di bawah komando Rosan Roslani untuk menutup pintu masuk geng Solo ke BUMN,” kata Didu.
Kendati begitu, kata Didu, Prabowo masih membutuhkan dua sendok lagi untuk menuntaskan “bubur panas” SOP. Yaitu: Sendok Penegakan Hukum.
Posisi menteri hukum masih lemah dengan Yusril Ihza Mahendra yang dinilainya “sangat susah dipegang” dan sering berubah pendirian; dan Sendok Pemberantasan Korupsi.
Jaksa Agung Burhanuddin dan KPK masih menggunakan “sendok lama” yang merupakan bagian dari geng Solo.
Said Didu mencatat beberapa “jendela” geng SOP yang sudah ditutup Prabowo, dengan diberhentikannya Budi Arie Setiadi, Kepala PCO Hasan Hasbi, dan Erick Thohir dari BUMN.
“Setelah semua ini selesai dalam satu tahun, Prabowo harus berani merampingkan kabinet yang terlalu gemuk dari 48 menjadi 30-32 menteri,” tegas Said Didu.
Ia juga menyoroti masih adanya “bumbu-bumbu” Jokowi dalam kabinet seperti Bahlil Lahadalia dan Zulkifli Hasan yang berpotensi mengganggu agenda reformasi Prabowo.
Didu mengingatkan bahwa sejak Prabowo mulai mengganti geng Solo, banyak pendukung palsu yang mulai memaki-maki presiden.
“Mereka bukan pendukung Prabowo, tapi pendukung Jokowi dan Gibran,” tegasnya.
Pengamat senior ini berharap dalam tahun kedua kepemimpinannya, Prabowo dapat fokus menata kehidupan politik dengan merevisi Undang-Undang Partai Politik untuk mengembalikan kedaulatan kepada rakyat.
“Sistem politik sekarang sudah merusak bangsa dan negara. Perusak terbesar adalah partai politik dan politisi,” tutup Said Didu dalam analisisnya.
Sumber: JakartaSatu
Artikel Terkait
Puan Maharani Bongkar Masalah Utang Whoosh: DPR Akan Usut Tuntas!
Prof Henri Balik Badan Bongkar Rekayasa Gibran Cawapres: Saya Kecewa dengan Jokowi!
Misteri Dewa Luhut di Balik Proyek Whoosh: Rahasia yang Baru Terungkap
Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Whoosh: Dugaan Markup Rp 60 Triliun dan Potensi Kerugian Negara