POLHUKAM.ID - Dinamika politik nasional kembali memanas setelah pengamat politik M. Rizal Fadillah melontarkan label keras "penjahat bangsa" kepada Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Tuduhan ini memicu perdebatan luas dan menyoroti keresahan publik mengenai etika dan praktik kekuasaan saat ini.
Sorotan tidak lagi sebatas kebijakan, melainkan sudah menyentuh ranah hukum dan moralitas yang dianggap telah jauh menyimpang dari semangat demokrasi.
Sorotan Tajam terhadap Presiden Jokowi
Kritik terhadap Presiden Jokowi mencakup berbagai isu serius, salah satunya adalah dugaan korupsi sistematis.
Selain kasus yang menjerat para menterinya, kebijakan seperti alokasi anggaran pandemi dan komisi pinjaman luar negeri dinilai membuka ruang bagi praktik oligarki yang mengaburkan batas antara pemerintah dan kepentingan bisnis.
Persoalan hak asasi manusia juga menjadi sorotan tajam, dengan serangkaian tragedi yang belum tuntas.
Peristiwa seperti tewasnya petugas Pemilu, insiden KM 50, dan tragedi Kanjuruhan terus dipertanyakan publik yang menuntut penegakan hukum transparan.
Isu politik dinasti memperburuk persepsi publik, terutama setelah rekayasa hukum di Mahkamah Konstitusi (MK) yang memuluskan jalan bagi Gibran menjadi wakil presiden.
Langkah ini dianggap sebagai praktik nepotisme yang terang-terangan dan berpotensi melanggar UU Penyelenggaraan Negara yang bersih dari KKN.
Artikel Terkait
Puan Maharani Bongkar Masalah Utang Whoosh: DPR Akan Usut Tuntas!
Prof Henri Balik Badan Bongkar Rekayasa Gibran Cawapres: Saya Kecewa dengan Jokowi!
Misteri Dewa Luhut di Balik Proyek Whoosh: Rahasia yang Baru Terungkap
Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Whoosh: Dugaan Markup Rp 60 Triliun dan Potensi Kerugian Negara