Kata Rocky Gerung: Prabowo Diuji Kasus Korupsi, Jokowi Pembohong Berkedok Ijazah!

- Kamis, 25 September 2025 | 16:55 WIB
Kata Rocky Gerung: Prabowo Diuji Kasus Korupsi, Jokowi Pembohong Berkedok Ijazah!


Terkait kontroversi ijazah Jokowi yang kembali mencuat, Rocky memberikan analisis tajam. 


Dia menilai argumen pengacara Jokowi, Yakub Hasibuan, yang menyebut penunjukan ijazah bisa menimbulkan kekacauan sebagai “argumen dungu.”


“Yang ingin diketahui publik adalah kejujuran Jokowi, bukan ijazahnya. Kalau Jokowi berulang kali tidak jujur, maka orang menganggap bahkan terhadap ijazahnya dia tidak jujur,” ujar Rocky.


Dia menyebut terbentuknya “pretext” atau pandangan awal di publik bahwa Jokowi adalah pembohong karena banyak janjinya yang tidak terpenuhi.


“Anda menjanjikan 11.000 triliun di kantong, ekonomi bertumbuh 10%, 20 juta lapangan kerja, mobil Esemka. Itu tidak terjadi. Oleh karena itu terbentuk persepsi publik bahwa Jokowi pembohong,” jelasnya.


Rocky menegaskan bahwa sebagai kepala negara, Jokowi wajib mengikuti prosedur administrasi negara, bukan sebagai individu biasa yang bisa menolak menunjukkan ijazah.


Menanggapi pernyataan Luhut Binsar Pandjaitan yang menyebut wacana impeachment Gibran sebagai “kampungan,” Rocky menilai ini menunjukkan perpecahan di kalangan elite, termasuk purnawirawan TNI.


“Sebagian mendorong pemaksulan, sebagian bersifat netral, sebagian menganggap pemaksulan itu kebablasan,” katanya.


Meski demikian, Rocky menekankan bahwa ide impeachment adalah ide konstitusional yang wajar dalam demokrasi. 


Dia juga memahami perbedaan posisi PDIP dan koalisi Merah Putih terkait hal ini.


Rocky menutup dengan peringatan agar keretakan elite tidak merembes ke masyarakat.


“Yang paling penting jangan keretakan elite ini merempes ke masyarakat. Kita sedang berupaya merapikan demokrasi supaya kalau ada goncangan dalam politik, kita sama-sama paham bahwa kita mesti tidak merusak lembaga-lembaga demokrasi,” pungkasnya.


Dia menegaskan yang tidak normal adalah jika ada pihak yang ingin memonopoli opini publik, bukan adanya perbedaan pandangan dalam demokrasi.


Sumber: JakartaSatu

Halaman:

Komentar

Terpopuler