Nilai valuasi perusahaan Saudi Aramco sebesar USD 2,43 triliun, lebih tinggi dibandingkan Apple yang sebesar USD 2,37 triliun. Saham sektor teknologi di dalam negeri pun kini tengah tertekan.
Yohan mengatakan investor tak perlu panik. Selama perusahaannya sehat, memiliki fundamental bagus, penerapan tata kelola perusahaan alias good corporate governance/GCG yang baik.
"Saat ada harga murah ya tambah," ungkapnya.
Koreksi yang terjadi pada saat ini, lanjutnya, berbeda dengan koreksi yang terjadi pada awal tahun 2020 masa pandemi. Pada saat pandemi pasar tidak mengetahui apa yang tengah dihadapi.
Yohan menilai koreksi yang terjadi pada pekan lalu, disebabkan beberapa hal. Pertama, asing keluar untuk taking profit. Sebab IHSG telah mengalami rally cukup panjang dari November lalu.
"Libur lebaran bursa satu minggu libur, jadi ya wajar di taking profit sekaligus. Tapi pasar merespons juga panik dan tempramental, jadi anjlok dalam," ungkapnya.
Kedua, hal tersebut terjadi karena ada kekhawatiran terjadi stagflasi. Hal tersebut sesuai perkiraan Yohan sebelumnya pada awal tahun ini. Stagflasi nama lain dari resesi inflasi.
Harga komoditas merupakan leading indikator dari inflasi. Naiknya komoditas akan mendorong inflasi. Di sisi lain ekonomi belum sepenuhnya pulih dari pandemi.
Inflasi akan diikuti dengan kenaikan suku bunga. Suku bunga yang naik akan diikuti oleh naiknya yield dari obligasi. Trend dari komoditas akan sama dengan bond yield.
Sumber: genpi.co
Artikel Terkait
Anwar Usman Bisa Saja Menyesal Karir Hancur Gegara Gibran
VIRAL Beredar Foto MABA Fakultas Kehutanan UGM 1980, Tak Ada Potret Jokowi?
Gibran dan Dua Rekannya Ditangkap Polisi terkait Dugaan Penggelapan Duit Rp 15 Miliar
Kejagung Sita Rupiah-Mata Uang Asing Riza Chalid