“Saat jadi tukang sapu, usia saya masih 16 tahun. Itu pas lulus SMP. Saya ingin mandiri. Waktu itu saya ingin adik-adik yang sekolah,” ungkap pria yang juga merilis buku Tukang Sapu Jadi Profesor di acara Rindu Klaten itu.
Dorongan dan motivasi dari orang-orang di sekitarnya, membuat Paiman pantang menyerah dalam meraih cita-citanya. Terlebih slogan kesuksesan tak hanya milik orang kaya, sudah terpatri di dadanya. Karena kesuksesan datang hanya kepada orang yang mau bekerja keras, dengan dibekali pendidikan mumpuni.
Setelah ditunjuk sebagai dosen, Paiman sempat mengenyam berbagai jabatan di Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama). Mulai dari kepala sub bagian (kasubag), wakil dekan, direktur, hingga rektor. Kendati demikian, dia tidak pernah melupakan teman seperjuangannya saat menjadi tukang sapu.
“Sampai saat ini kami masih sering berkomunikasi. Apalagi setiap Minggu ada aksi bersih-bersih nusantara, baik di jalanan maupun sungai bersama komunitas. Juga melibatkan para relawan dan berbagai pihak,” beber pria kelahiran Klaten, 15 Juni 1967 ini.
Kini Paiman ingin berkontribusi untuk tanah kelahirannya. Dia siap memberikan tenaga dan pikiran terkait pengembangan Kota Bersinar. Apalagi komunikasinya terjalin apik dengan Bupati Klaten Sri Mulyani.
“Klaten harus berkembang dari sisi SDM pembangunan. Saya ingin Klaten menjadi kota wisata sekaligus kota kuliner. Apa yang menjadi khas di Klaten, itu yang harus dikembangkan. Termasuk mengembangkan cenderamatanya,” ujarnya. (ren/fer/dam)
Sumber: radarsolo.jawapos.com
Artikel Terkait
Anwar Usman Bisa Saja Menyesal Karir Hancur Gegara Gibran
VIRAL Beredar Foto MABA Fakultas Kehutanan UGM 1980, Tak Ada Potret Jokowi?
Gibran dan Dua Rekannya Ditangkap Polisi terkait Dugaan Penggelapan Duit Rp 15 Miliar
Kejagung Sita Rupiah-Mata Uang Asing Riza Chalid