Menakar Iman Demokrat

- Minggu, 11 Juni 2023 | 10:54 WIB
Menakar Iman Demokrat

Sepertinya mudah dicarikan dalih mentersangkakan. Hukum tegak untuk yang dianggap lawan, tapi tidak berlaku untuk kawan. Pula bisnis Surya Paloh Ketua Umum Nasdem sudah mulai diganggu dengan tidak sewajarnya. Iman Nasdem terlalu kuat-kokoh, tak bisa dibujuk, perlu digebuk, sekalian diinjak dengan kerasnya.


Mari kita kembali ke Partai Demokrat.


Riak-riak kecil muncul di internal Demokrat. Suara-suara bersilangan bersahutan saling bertubrukan, seperti diskenariokan demikian. Satu elitenya memaksa Anies untuk segera mengumumkan cawapresnya, seperti nada mengancam dengan memberi deadline, setidaknya Juni ini sudah diumumkan.


Nada menekan itu terasa, seolah jika Anies tidak mengumumkan cawapresnya, implisit Demokrat akan "melirik" ke lain hati. Setidaknya itu disuarakan Andi Arief, yang selalu muncul sebagai die hard partai, bahkan acap tampil dengan peran antagonis.


Andi Arief yang ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Demokrat menyatakan akan mengevaluasi dukungan atas Anies Baswedan. Menurutnya, itu karena elektabilitas Anies yang cenderung terus menurun. Menurutnya, itu disebabkan Anies tidak secepatnya mengumumkan cawapresnya.


Memakai kecenderungan elektabilitas Anies menurun versi lembaga survei, itu sih mengada-ada. Semua pastilah paham, bagaimana lembaga survei itu bekerja, dan dibayar untuk kepentingan kandidat tertentu. Karenanya, tidak inheren dengan realita pilihan rakyat. Membiarkan Andi Arief ngoceh sekenanya, itu sikap tidak bijak dalam membangun soliditas koalisi.


Semua serasa terjadi setelah Rakernas PDIP III, 6 hingga 8 Juni 2023, yang memasukkan AHY sebagai salah satu kandidat Cawapres untuk Ganjar Pranowo. Maka suasana kebatinan Demokrat seperti menemukan momentum "menekan" Anies, bahwa AHY di koalisi lain sudah disediakan karpet merah untuk dipijaknya. Seolah menjadi aneh jika di KPP, AHY dilihat tidak sebagaimana yang diharapkan.


Seriuskah rayuan PDIP yang akan memberikan kursi Cawapres-nya pada AHY, itu sih upaya main-main, jika menilik hubungan PDIP dan Demokrat, lebih spesifik lagi hubungan Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono, yang sampai sekarang tak ubahnya air dan minyak.


Memasukkan nama AHY itu sekadar menggoda saja. Sebab rekomendasi cawapres di Rakernas PDIP, itu muncul beberapa nama yang memang sudah akrab disandingkan dengan Ganjar. Di antaranya, Erick Thohir. Godaan PDIP itu sampai perlu dibocorkan Puan Maharani, itu untuk menguji AHY, lebih jauh lagi menguji "iman" Demokrat. Sambil menakar kesolidan KPP.


Suara Andi Arief bukan suara resmi Partai Demokrat, tapi membiarkan suaranya bising di ruang publik, itu hal tidak seharusnya. Meski suara elite lain di Demokrat seperti mengoreksi apa yang disampaikan Andi Arief, bahwa Demokrat akan tetap bersama KPP. Bahkan AHY mengatakan, bahwa Demokrat sudah menandatangani Nota Kesepakatan mengusung Anies Baswedan sebagai Capres. Artinya, itu mustahil dilanggarnya.


Tarik-menarik Cawapres di KPP tentu membebani Anies Baswedan untuk memutuskan siapa yang layak mendampinginya. Tentu tidak sekadar elektabilitas cawapres hasil rilis lembaga survei, tapi lebih memilih kandidat yang real dapat menambah suara signifikan untuk pemenangan Pilpres 2024.


Jika tampak bahwa Demokrat terkesan semacam memaksakan kehendak, agar AHY yang lolos sebagai cawapres yang mendampingi Anies, itu tidak sebenarnya benar. Tapi perlu diingat bahwa penentuan cawapres itu wilayah Anies untuk memutuskan siapa yang tepat mendampinginya. Sedang partai yang tergabung dalam koalisi cukup memberikan saran dan usulan siapa yang layak dipilih, yang itu dapat menyumbang perolehan suara untuk pemenangan dalam pilpres.


Menggoda Demokrat sepertinya memang sedang diupayakan. Bahkan Puan Maharani sampai-sampai akan menemui AHY di markasnya. Pastilah ingin membujuknya untuk meninggalkan KPP, dan bergabung dengan koalisi PDIP. Tidak menutup kemungkinan di balik itu semua akan muncul tawaran yang bisa melepaskan Demokrat dari "begal" Moeldoko.


Bagaimana mungkin itu bisa terjadi, tidak ada yang tidak mungkin, semua bisa diatur. Peninjauan Kembali (PK) Moeldoko ke MA, itu lebih pada menjegal Anies agar tidak ikut kontestasi Pilpres 2024. Bukan dimaknai merampas Demokrat untuk dimiliki. Maka, iman Demokrat tengah diuji, dan itu akan terlihat dari sikap politiknya dalam hari-hari ke depan. 


*(Penulis adalah seorang kolumnis)

Halaman:

Komentar