Secara otomatis, Megawati dan PDIP sudah menolong dan memastikan bahwa PPP bisa aman mencapai target parliamentary threshold agar tetap bisa eksis di (parlemen) DPR RI untuk periode 2024-2029.
Fenomena paling membahayakan yang akan terjadi adalah, Ganjar akan kehilangan banyak suara basis pemilih Islam yang akan lari ke kubu Capres-Cawapres lawannya.
Karena bagaimanapun Ganjar serta PDIP sangat membutuhkan dukungan koalisi nasionalis-religius yang sudah sangat ideal direpresentasikan dalam koalisi PDIP dan PPP.
Sangat wajar jika akhirnya PPP akan memilih mundur secara baik-baik dan terhormat dari koalisi bersama PDIP, karena terwujudnya pasangan Capres-Cawapres Ganjar-Sandiaga bagi PPP, betul-betul mempertaruhkan "hidup dan mati" dalam sejarah politik di Indonesia.
Sejarah mencatat, belum pernah terjadi ada partai politik yang sudah kalah dan tersingkir dari DPR RI, kemudian dalam Pemilu legislatif berikutnya bisa lolos kembali lagi ke panggung politik DPR RI.
Hal lain yang juga sangat tidak masuk akal adalah pernyataan over confidence Ridwan Kamil kepada media tentang keyakinannya akan ada "breaking news" terkait pengumuman dirinya akan dijadikan Cawapres bagi Ganjar, karena faktor tingginya elektabilitasnya di Jawa Barat.
Karena berdasarkan hasil tracking survei berbagai lembaga, sesungguhnya elektabilitas Ganjar di Jawa Barat masih dalam batas wajar dan tidak terlalu jauh dibandingkan dengan Prabowo dan Anies, serta masih sangat mungkin dikejar hingga bisa menang di Jawa Barat.
Ganjar masih punya peluang sangat besar untuk menang di Jawa Barat karena sudah maksimalnya tingkat popularitas Prabowo dan Anies, serta berbagai masalah dan kendala yang bisa menurunkan elektabilitas mereka di Jawa Barat.
Kemudian, jika dibandingkan elektabilitas Cawapres Sandiaga dengan Ridwan Kamil di Jawa Barat, hasilnya masih masuk dalam status "head to head", bahkan Sandiaga berpotensi mengalahkan elektabilitas Ridwan Kamil di Jawa Barat, karena kuatnya dukungan dan simpati dari pemilih generasi milenial dan generasi z serta perempuan dan kaum emak-emak, karena Sandiaga merupakan idola bagi mereka.
Aspek lain yang sangat tidak masuk akal sehat, karena sesungguhnya segmen pemilih Ganjar dengan Ridwan Kamil berasal dari ceruk yang sama, yakni kalangan nasionalis. Sehingga logika matematika politik yang dikemukakan Ridwan Kamil sebagai alasan bahwa Ia sangat dibutuhkan Ganjar merupakan logika yang absurd.
Kombinasi Ganjar-Ridwan Kamil tidak memberikan penambahan elektabilitas secara signifikan, karena basis pemilih keduanya saling tumpang tindih.
Berbeda halnya dengan basis pemilih Ganjar-Sandiaga yang saling menguatkan dan meningkatkan keterpilihan keduanya dalam Pilpres 2024 yang akan datang.
Sejarah akan mencatat, apakah pernyataan provokatif Ridwan Kamil ini merupakan "prank politik" atau karena Ia terlalu "naif dan baperan" dalam berpolitik.
(Pendiri Perhimpunan Negarawan Indonesia (PNI)
Artikel Terkait
Anwar Usman Bisa Saja Menyesal Karir Hancur Gegara Gibran
VIRAL Beredar Foto MABA Fakultas Kehutanan UGM 1980, Tak Ada Potret Jokowi?
Gibran dan Dua Rekannya Ditangkap Polisi terkait Dugaan Penggelapan Duit Rp 15 Miliar
Kejagung Sita Rupiah-Mata Uang Asing Riza Chalid