POLHUKAM.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang menyelidiki dugaan korupsi dalam penentuan kuota haji tambahan tahun 2024 yang melibatkan mantan Menteri Agama Gus Yaqut Cholil Qoumas.
Kasus ini bermula dari pembagian kuota tambahan sebanyak 20.000 yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.
Kementerian Agama membagi kuota ini menjadi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus, oleh KPK dinilai bertentangan dengan UU No. 8 Tahun 2019 yang mengatur kuota haji khusus hanya 8% dan haji reguler 92%.
Sementara, pihak Gus Yaqut menilai bahwa untuk kuota tambahan mengikuti Pasal 9 UU No 8 yang memberi ruang diskresi bagi Menteri.
KPK memperkirakan kerugian negara mencapai Rp 1 triliun akibat pembagian kuota yang tidak sesuai aturan ini.
Selain itu, kebijakan ini menyebabkan ribuan jemaah haji reguler menurut KPK harus menunggu lebih lama untuk berangkat ke Tanah Suci.
Kritik Mantan Penyidik KPK: Proses Hukum Dinilai Tidak Sesuai SOP
Dalam podcast "Integritas Novel Baswedan" baru-baru ini, dua mantan penyidik KPK, Yudhi Purnomo dan Novel Baswedan, mengkritik proses penyidikan kasus ini. Mereka menyoroti beberapa kejanggalan yang dinilai tidak lazim:
1. Pencegahan Ke Luar Negeri untuk Saksi
KPK telah mencegah tiga orang, termasuk Yaqut Cholil Qoumas, untuk bepergian ke luar negeri. Ketiganya berstatus saksi, bukan tersangka. Yudhi Purnomo menegaskan:
"Belum ada proses penyidikan, namun belum ada tersangka, tapi tiga orang dicekal. Padahal mereka semua statusnya adalah saksi. Bukankah ini merupakan kebijakan yang menurut saya itu nggak pernah terjadi di masanya [Bang Novel Baswedan menjadi penyidik KPK]?" kata Yudhi Purnomo
2. Penyidikan Tanpa Tersangka
KPK telah menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan, tetapi belum menetapkan tersangka.
Novel Baswedan mengkritik keras: "Kawan satu ini sepertinya punya misi menggunakan KPK untuk kepentingan politik, sehingga dipaksakan lembaga penegak hukum menjadi alat politik.
Padahal di masa saya, KPK mensyaratkan proses penyelidikan naik tingkat ke penyidikan, dan itu harus terpenuhi dua alat bukti, " kata Novel Baswedan.
Yudhi Purnomo menambahkan bahwa bukti harus mengarah pada pelaku tertentu: "Pertanyaannya adalah: dua alat bukti yang dipakai kemarin untuk siapa? Itu merujuk pada perbuatan siapa? Ini untuk menunjukkan perbuatan yang seharusnya mengikat KPK."
Artikel Terkait
KPK Tantang Mahfud MD Bongkar Data Dugaan Mark Up 3 Kali Lipat Proyek Kereta Cepat!
Bongkar Korupsi Bobby Nasution: Mens Rea dan Modus Permainan Anggaran APBD Sumut
Bahlil Dilaporkan ke Mabes Polri! Kader Golkar Ungkap Akun Penyebar Fitnah
Bos Sawit Surya Darmadi Ungkap Penyebab Karyawan Kabur Saat Susah