Wacana itu bisa jadi kenyataan jika terjadi pecah kongsi antara Prabowo dan Jokowi.
"Pecah kongsi adalah mendukung tuntutan publik, termasuk juga tuntutan Forum Purnawirawan Prajurit TNI untuk meminta Gibran mundur dari kursi wakil presiden. Tidak selalu harus melalui forum di parlemen. Bisa juga ekstraparlementer," kata Selamat, Sabtu (27/4).
Pasal 7A UUD 1945 menetapkan alasan-alasan pemakzulan presiden dan atau wakil presiden, yakni bila terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, dan tindak pidana berat lainnya serta terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden atau wakil presiden.
Tak harus lewat deliberasi di MPR dan berbasis rekomendasi MK, menurut Selamat, Gibran bisa saja dilengserkan lewat desakan publik.
Ia mencontohkan bagaimana gelombang aksi unjuk rasa mahasiswa pada 1998 memaksa Soeharto lengser.
"Presiden Soeharto tidak sampai harus sidang istimewa untuk memakzulkannya. Tetapi, yang bersangkutan mundur dengan sendirinya. Maka, dalam kasus Gibran, bisa juga dengan cara itu dipaksa mundur lalu mundur," kata Selamat.
Guru besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Agus Riewanto menilai pemakzulan Gibran tak akan mudah.
Untuk bisa dimakzulkan, seorang presiden atau wakil presiden harus terbukti melakukan perbuatan tercela.
Selain itu, pemakzulan juga perlu diusulkan oleh sepertiga anggota MPR dan dibawa ke rapat paripurna MPR.
Jika disetujui oleh mayoritas anggota MPR, rekomendasi pemakzulan lantas dibawa ke MK. Setelah diputuskan MK, baru proses pemakzulan bisa berjalan.
"Umpama MK mengatakan itu melanggar konstitusi, lalu dibawa ke paripurna MPR lagi. MPR mengadakan voting. Jika 50% plus satu dan mengatakan itu setuju dengan putusan MK, maka dimakzulkan. Tetapi, kalau dia tidak setuju, ya, tidak bisa dimakzulkan," kata Agus.
Jika menggunakan mekanisme konsitusi, Agus pesimistis Gibran bisa dimakzulkan.
Apalagi, dugaan perbuatan tercela atau pelanggaran-pelanggaran lainnya yang dituduhkan kepada Gibran belum terbukti secara hukum.
"Jadi, memang sudah diatur secara rigid bagaimana tata cara menghentikan presiden dan wakil presiden. Itu untuk memastikan supaya masa jabatan presiden dan wakil presiden itu fix lima tahun. Terkecuali ada hal yang luar biasa, baru bisa dimakzulkan," kata Agus.
Sumber: Alinea
Artikel Terkait
OTT KPK Gagalkan Gubernur Riau Kabur, Ini Identitas dan Modus yang Bikin Heboh
BREAKING: KPK Umumkan Nasib Gubernur Riau Abdul Wahid Pagi Ini! Ini Fakta OTT dan Uang Sitaan Rp1 Miliar+
Ustadz Abdul Somad Beri Dukungan Usai Gubernur Riau Abdul Wahid Kena OTT KPK, Ini Pesan Hadistnya
OTT KPK! Harta Fantastis Gubernur Riau Abdul Wahid Tembus Rp4,8 Miliar, Ini Rinciannya