Mana Yang Akan Diproses Lebih Dahulu, Laporan TPUA atau Laporan Jokowi?

- Selasa, 06 Mei 2025 | 12:05 WIB
Mana Yang Akan Diproses Lebih Dahulu, Laporan TPUA atau Laporan Jokowi?


Presiden Jokowi menyebut ini bukan balas dendam politik, melainkan upaya mencari keadilan dan pembelajaran publik. 


Namun pernyataan ini terasa janggal jika dibandingkan dengan kecepatan polisi merespons laporan balik tersebut, dibandingkan dengan laporan awal TPUA yang hingga kini belum juga menunjukkan progres signifikan di ruang publik. 


Apakah ini bentuk selektivitas penegakan hukum? Apakah kita sedang melihat hukum yang lebih tajam ke bawah?


Respons Roy Suryo pun tak kalah menarik. Ia menyambut laporan itu dengan nada satir, menyebutnya “semakin lucu”, sembari menegaskan bahwa ia siap membongkar kasus ini hingga ke akar-akarnya, termasuk soal skripsi yang selama ini tak pernah muncul ke permukaan. 


Artinya, narasi ini belum selesai. Bahkan bisa membesar, apalagi jika pengadilan benar-benar dibuka dan publik diberi akses.


Pernyataan Presiden terpilih Prabowo Subianto dalam konteks ini juga mengandung ambiguitas. 


Di satu sisi, ia ingin meredam isu ijazah dengan menyebut “kenapa masih disoal?”, tapi di sisi lain, ia justru ikut menyulut kontroversi baru dengan membela Jokowi di tengah laporan hukum yang belum rampung diselidiki. 


Ini bukan hanya soal solidaritas politik, tetapi juga soal keberpihakan terhadap kebenaran atau sekadar menjaga kesinambungan kekuasaan.


Pada akhirnya, pertanyaan “mana yang lebih dahulu diproses” bukan semata urusan administratif. Ia menyentuh urat nadi integritas demokrasi kita. 


Jika laporan Jokowi lebih cepat diproses daripada laporan awal TPUA, maka publik akan semakin skeptis bahwa hukum tidak berjalan pada rel netralitas, melainkan diatur oleh siapa yang lebih berkuasa.


Hukum bukan alat untuk membungkam kritik, tetapi jalan mencari kebenaran. 


Maka jawaban terbaik atas pertanyaan ini adalah: proseslah keduanya secara adil, transparan, dan proporsional—dimulai dari laporan substansial, bukan reaksi emosional. 


Karena bila tidak, bukan hanya ijazah yang dipertanyakan, tapi juga ijazah demokrasi kita.


Sumber: FusilatNews

Halaman:

Komentar

Terpopuler