Selain menggempur dengan senjata perang, Rusia juga menutup jalur perdagangan bagi Ukraina. Akibatnya, ekspor Ukraina berupa gandum dan pupuk ke seluruh dunia, tertutup. Padahal selama ini, banyak negara termasuk Indonesia, bergantung dari ekspor gandum dan pupuk daru Rusia.
Tak hanya pangan, perang Rusia-Ukraina juga berimbas pada ketersediaan energi. Dunia, khususnya negara-negara Eropa kelimpungan akibat pasokan minyak dan gas yang seret imbas pemangkasan impor dari Rusia.
Masalah itu, sudah menemui titik terang usai Jokowi bertemu dengan Presiden Putin, di Istana Kremlin, Rusia. Kepada Jokowi, Putin menjamin keamanan untuk pasokan pangan dan kemanusiaan. Kemudian, khusus untuk jalur ekspor produk pangan Ukraina, terutama melalui jalur laut, Jokowi mengungkapkan bahwa Putin telah memberikan jaminan untuk dibuka lagi.
Apa yang dicapai Jokowi itu, dibenarkan oleh Direktur Wahid Institut, Yenny Wahid. Putri Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini mengaku heran, bila misi Jokowi ke Ukraina dan Rusia disebut gagal hanya karena Putin tetap melakukan serangan ke Ukraina.
Di akun Twitter miliknya, Yenny mengungkapkan, banyak sasaran yang ingin dicapai Jokowi selain konflik bersenjata. Salah satu yang tak kalah penting misalnya, mengamankan rantai pasokan bahan makanan dan energi. Misalnya, Indonesia adalah salah satu pengimpor terbesar tepung gandum karena rakyatnya doyan makan mie instan.
"Nah, Jokowi memperjuangkan agar pasokan gandum dari Ukraina bisa keluar ke pasar bebas termasuk ke Indonesia, agar tidak terjadi kenaikan harga bahan makanan seperti kasus minyak goreng. Termasuk juga pasokan pupuk dari Rusia dan Ukraina, karena ini akan berakibat pada nasib petani," cuitnya di akun @yennywahid, Sabtu lalu.
Menurut dia, apa yang dilakukan Jokowi sangat luar biasa. "Tidak banyak orang bisa diterima dua belah pihak, karenanya kita musti berbangga Presiden kita mampu melakukan terobosan itu," pujinya.
Rektor Universitas Paramadina, Prof Didik J Rachbini ikut memberikan acungan jempol dengan misi Jokowi berkunjung ke Ukraina dan Rusia. Menurut dia, selama 7 tahun terakhir ini, performa politik luar negeri Indonesia kurang begitu greget jika dibandingkan dengan masa Menteri Luar Negeri Adam Malik atau Ali Alatas.
"Jarang sekali saya memberikan pujian. Untuk ini, saya memberikan respek," kata Didik, saat memberikan sambutan dalam diskusi bertajuk "Harapan dari Misi Perdamaian Jokowi", yang digelar secara online, tadi malam.
Didik mengatakan, perang Rusia-Ukraina memang tak langsung berhenti setelah Jokowi datang. Ada juga negara yang mengritik dan menyepelekan. Australia misalnya, menyebut apa yang dilakukan Jokowi sebagai "diplomasi mie goreng" karena hanya ingin agar Ukraina bisa lagi mengekspor gandumnya.
Menurut dia, berbagai kritik itu biarkan saja. Jangan dipikirkan. Yang jelas, apa yang dilakukan Jokowi dengan membawa Ibu Iriana ke Ukraina sudah menjadi perhatian dunia. Gimmicknya sudah kuat. Namun, esensinya juga harus kuat. "Jadi, kini menteri luar negeri, dan para diplomat yang ada di bawahnya harus memperkuat apa yang jadi misi Jokowi," sarannya.
Artikel Terkait
Kode HTML Kosong? Ini Rahasia Menulis Artikel yang Tak Terbaca Mesin Pencari!
Stadion Langit NEOM: Fakta Mencengangkan di Balik Stadion Gantung 350 Meter untuk Piala Dunia 2034
46 Anak Gaza Tewas dalam 12 Jam: Ini Serangan Mematikan Israel Sejak Gencatan Senjata
45 Tewas dalam Serangan Terbaru Israel ke Gaza, Korban Didominasi Perempuan dan Anak-anak