Kekerasan tersebut mengguncang reputasi Senegal sebagai negara demokrasi yang stabil di wilayah yang sering dilanda gelombang kudeta.
Kelompok hak asasi manusia mengatakan puluhan orang tewas dalam protes tersebut, sementara sekitar 1.000 orang di penjara.
Pendiri lembaga pemikir asal Senegal Afrikajom Center, Alioune Tine mengatakan hasil pemungutan suara tersebut membuktikan Senegal akan bertahan setelah tahun yang sulit yang telah melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi.
“Dari penjara sampai istana presiden. Satu-satunya negara di Afrika yang mampu bertahan dari penyakit demokrasi yang telah mengguncang seluruh institusinya, sangat mengguncang masyarakatnya, dan hanya bisa pulih dari penyakit tersebut," ujarnya.
Analis internasional mengatakan pergantian kepemimpinan di Senegal akan melegakan setelah berbulan-bulan terjadi kekerasan, namun menimbulkan pertanyaan baru mengenai kebijakan luar negeri pemerintahan baru pada saat negara pesisir tersebut menjadi produsen minyak dan gas.
Peneliti di Policy Center for the New South, Rida Lyammouri mengatakan kemenangan di oposisi juga berarti perubahan besar dalam kebijakan dalam dan luar negeri.
Menurut Lyammouri, janji Faye untuk menjauh dari bekas kekuasaan kolonial Prancis dapat memberikan dampak positif bagi negara tersebut.
Di negara-negara tetangga di Sahel, termasuk Burkina Faso, Mali dan Niger, yang baru-baru ini mengalami kudeta militer, sentimen berbalik melawan Prancis.
Junta yang berkuasa telah mengakhiri kerja sama militer dengan Perancis, dan sebaliknya beralih ke Rusia untuk mendapatkan dukungan.
Sumber: RMOL
Artikel Terkait
Kode HTML Kosong? Ini Rahasia Menulis Artikel yang Tak Terbaca Mesin Pencari!
Stadion Langit NEOM: Fakta Mencengangkan di Balik Stadion Gantung 350 Meter untuk Piala Dunia 2034
46 Anak Gaza Tewas dalam 12 Jam: Ini Serangan Mematikan Israel Sejak Gencatan Senjata
45 Tewas dalam Serangan Terbaru Israel ke Gaza, Korban Didominasi Perempuan dan Anak-anak