HEBOH Ijazah Jokowi Dicetak di Pasar Pramuka, Tim Kampanye 2014 Akhirnya Buka Suara!

- Rabu, 18 Juni 2025 | 23:50 WIB
HEBOH Ijazah Jokowi Dicetak di Pasar Pramuka, Tim Kampanye 2014 Akhirnya Buka Suara!

Polemik terkait ijazah mantan Presiden Joko Widodo kembali mencuat. Kali ini nama Pasar Pramuka jadi sorotan.


Pasalnya, muncul pernyataan dari politisi senior PDI Perjuangan, Beathor Suryadi, terkait kasus tersebut.


Dia mengatakan bahwa Andi Widjajanto—mantan Gubernur Lemhannas dan tokoh PDIP—disebut pernah melihat langsung dokumen ijazah milik Jokowi yang diyakini tidak otentik.


Beathor mengatakan, Andi menyaksikan dokumen tersebut saat masa pencalonan Jokowi di Pilpres 2014.


Namun, menurutnya, ijazah itu merupakan cetakan ulang yang diproduksi tahun 2012 ketika Jokowi mendaftar sebagai calon Gubernur DKI Jakata.


“Andi belum sadar kalau yang ia lihat itu cetakan 2012. Itu digunakan untuk keperluan Pilgub DKI,” ujar Beathor.


Beathor juga menuding proses pencetakan ijazah dilakukan secara diam-diam di kawasan Pasar Pramuka, Jakarta Pusat, oleh tim relawan Jokowi yang berasal dari Solo.


Ia menyebut sejumlah nama seperti David, Anggit, dan Widodo, serta kolaborator dari PDIP DKI, termasuk Dani Iskandar dan Indra.


“Dokumen itu disusun buru-buru di rumah Jalan Cikini No. 69, Menteng. Semua strategi disiapkan di sana,” katanya, Rabu (18/6/2025).


Widodo disebut-sebut sebagai tokoh kunci dalam proses pencetakan, namun menurut Beathor, ia telah menghilang sejak isu buku kontroversial karya Bambang Tri tentang ijazah Jokowi mengemuka.


Yang mengejutkan, kata Beathor, adalah reaksi Andi Widjajanto ketika melihat foto di berbagai ijazah Jokowi yang terlihat identik.


“Seharusnya tiap jenjang pendidikan memakai foto berbeda. Ini justru sama semua,” katanya.


Beathor menantang Andi Widjajanto untuk angkat bicara demi meluruskan sejarah. 


Jika benar ada manipulasi dokumen, ia menilai UGM sebagai almamater Jokowi harus mengambil sikap moral, dan Bareskrim Polri perlu segera melakukan penyelidikan. 


Universitas Pasar Pramuka Trending Usai Kader PDIP Bahas Ijazah Jokowi, Lokasi Pernah Digerebek Polisi!


Istilah Universitas Pasar Pramuka (UPP) jadi trending topik beberapa waktu belakangan.


Itu setelah muncul pernyataan dari politisi senior PDI Perjuangan, Beathor Suryadi, terkait kasus dugaan ijazah palsu Jokowi.


Hal itu pun menuai respons publik terutama di media sosial. Sejumlah warganet menyampaikan jejak digital terkait pasar pramuka.


Diketahui bahwa lokasi itu memang pernah digerebek polisi saat mengungkap sindikat percetakan ijazah palsu.


Tepatnya pada awal Juni 2015, Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya kala itu, Kombes Krishna Murti, menangkap calo pembuatan ijazah palsu yang dilakukan tersangka Alex di Jl Salemba Raya, Pramuka, Jakarta Pusat.


Krishna Murti menyampaikan bahwa pelaku meraup banyak keuntungan. Calo menjual memasang tarif hingga puluhan juta rupiah kepada pembeli.


"Calonya menjual Rp10 juta ke konsumen, sementara tersangka AS mendapat Rp500 ribu per lembar ijazah," kata Khrisna Murti saat itu.


Krishna menjelaskan, tersangka bekerja sama dengan 3 orang calo atau perantara. Setelah mendapatkan konsumen, calo akan mengantarkan proyek tersebut ke Alex.


"Tersangka ini mencetak ijazah palsu dari hasil scanning ijazah yang disalin di tempatnya," katanya.


Hasil pemindaian itu kemudian dicetak oleh tersangka sehingga menyerupai aslinya. Namun, ada perbedaan mencolok dari ijazah palsu yang diprodukai tersangka dengan aslinya.


"Kalau ijazah asli yang cetak kan Peruri. Kalau ini dia menggunakan kertas biasa," terangnya melansir detik.com.


Untuk melengkapi 'keaslian' ijazah palsu tersebut, tersangka memasang stiker hologram pada ijazah beberapa universitas. 


Tersangka sudah menjalankan bisnia tersebut selama 1 tahun. Selama itu, dia sudah mencetak sekitar 500-an ijazah palsu dari sejumlah universitas terkemuka.


Tersangka ditangkap polisi di rumahnya di kawasan Cipayung, Jakarta Timur pada 29 Mei 2015 lalu. 


Di lokasi pencetakan di Jl Salemba Raya, Pramuka, Jakpus, disita barang bukti satu set komputer, printer, scanner dan sejumlah dokumen palsu. Tersangka dijerat Pasal 263 KUHP jo UU Pendidikan No 2 Tahun 2003.


Sumber: Tribun

Halaman:

Komentar

Terpopuler