Menteri-Menteri Titipan Jokowi Mulai 'Recoki' Pemerintahan Prabowo Subianto!
Oleh: S. Indro Tjahyono
Eksponen Gerakan Mahasiswa 77/78
Aktivis Jaringan Aktivis Lintas Angkatan (JALA)
Semula kita ragu ketika orang mengatakan ada “Matahari Kembar” dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Bahkan bertiup isu bahwa kekuasaan Prabowo sebagai presiden hanya berdurasi 2 (dua) tahun saja.
Isu “Matahari Kembar” itu bertiup terus, diiringi atraksi mantan presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tampak tidak berhenti mendongkrak popularitasnya dengan melakukan perjalanan keliling sembari bagi-bagi hadiah.
Bahkan ada pengerahan massa besar-besaran untuk “sowan” di kediamannya di Solo agar ia tetap dikenang.
Depopulerisasi
Menepis isu “Matahari Kembar” dan santernya kerenggangan hubungannya dengan Jokowi, Prabowo malahan show of force dengan meneriakkan yel “Hidup Jokowi” saat pidato di hadapannya.
Sementara rencana pertemuan Prabowo dan Megawati diulur-ulur terus yang mengindikasikan Prabowo masih rikuh dengan Jokowi.
Namun indikasi bahwa menteri-menteri titipan Jokowi lakukan depopulerisasi terhadap Prabowo mulai tercium.
Pertama ketika ada kebijakan menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% yang menuai reaksi keras dan buru-buru kebijakan itu dicabut.
Sebaliknya Wapres Gibran Rakabuming meluncurkan program “Lapor Mas Wapres” untuk mempopulerkan dirinya, tapi akhirnya hilang begitu saja.
Selain itu upaya Wapres untuk bikin rapat dengan menteri di kantornya juga berhenti.
Prabowo Lakukan Intervensi
Polarisasi di kabinet juga mulai nampak dan vulgar, ketika pada Idul Fitri 2024 beberapa menteri sowan ke kediaman Jokowi di Solo.
Ada 8 (delapan) menteri termasuk Sri Mulyani dan Zulkifli Hasan yang lakukan “sungkeman politis”.
Kebijakan untuk ngotot lanjutkan IKN juga mewarnai tarik-menarik dari Dua Matahari itu, mulai dari tersunatnya anggaran serta percepatan pembangunan istana Wapres dan rencana kepindahan Gibran ke IKN.
Menurut ekonom Anthony Budiawan gangguan menteri-menteri titipan Jokowi itu telah memancing beberapa kali intervensi presiden langsung. Tujuannya tetap yakni depopulerisasi Prabowo.
TNI Menjadi Instrumen Intervensi
Intervensi presiden itu antara lain adalah menggunakan Kejaksaan Agung sebagai agen pemberantasan korupsi dan bukan KPK yang sudah menjadi instrumen sandera politik Jokowi.
Untuk itu TNI bahkan ditugaskan mengerahkan pasukannya menjaga tugas dan fungsi kejaksaan dalam penegakkan hukum.
Menurut Anthony pengerahan TNI untuk mencabut pagar laut di Tangerang juga merupakan bentuk intervensi presiden.
Jika urusan pagar laut itu belum selesai sampai saat ini, kemungkinan memang masih ada menteri-menteri Jokowi yang menyaru (bunglon).
Revisi UU TNI beberapa waktu lalu tampaknya menjadi landasan kebijakan presiden untuk lakukan intervensi.
Itulah mengapa ditempatkan purnawirawan TNI di Bulog, Bea Cukai, Kehakiman, Kejaksaan, Irjen (Kemenhub dan Kementan), dan Badan Penyelenggara Haji (BPH) yang sebelumnya diduga dikendalikan Jokowi.
POLRI Masih Belum Disentuh
Hanya saat ini Prabowo belum melakukan intervensi ke tubuh POLRI yang sering disebut Partai Coklat (Parcok) oleh para nitizen.
POLRI belum pernah lakukan penyegaran yang signifikan setelah kasus Ferdi Sambo, karena itu Revisi UU POLRI harus dikawal dengan ketat.
POLRI di bawah Listyo Sigit Prabowo bisa jadi masih perlu memenuhi kepentingannya sendiri dan kepentingan oligarki yang dekat Jokowi, misalnya dalam kasus “Pagar Laut”.
Peran penegak hukum, khususnya POLRI ,sepertinya masih harus berjuang sebagai barikade dalam bertempur dengan para penggugat ijazah palsu Jokowi.
Saat ini masih ditunggu Reformasi POLRI agar POLRI didukung oleh satu kementerian, yakni Kementerian Dalam Negeri.
Karena pemberantasan korupsi yang hakiki tidak akan terwujud tanpa pembenahan institusi POLRI.
Menteri ESDM Bermasalah
Dualisme dalam orientasi kebijakan pemerintah sangat kentara ketika Menteri ESDM Bahlil Lahadalia ingin mengubah kebijakan distribusi gas tabung 3 kilogram.
Selain tidak pro-rakyat kebijakan ini jelas ditujukan untuk depopulerisasi Prabowo.
Menteri ESDM rupanya juga ditempatkan untuk menjaga proyek-proyek pertambangan era Jokowi yang umumnya merusak lingkungan hidup.
Kasus pertambangan nikel di Raja Ampat yang viral saat ini membuktikan hal itu.
Untung kebijakan itu atas instruksi presiden telah dibatalkan. Diharapkan Prabowo juga membereskan tata kelola pertambangan nikel yang di samping merusak lingkungan juga tidak membayar pajak.
Dibentuknya BOPN
Secara makro ekonomi ancaman terbesar saat ini adalah pertarungan dalam penerimaan dan pembelanjaan negara.
Ide perlunya dilakukan konsolidasi penerimaan negara karena besarnya pembayaran hutang masih cukup alot.
Tapi akhirnya Presiden Prabowo berhasil membentuk Badan Otorita Penerimaan Negara (BOPN), walau menabrak undang-undang pengelolaan keuangan negara.
Pembentukan badan ini merupakan “kudeta” seluruh kewenangan ekonomi yang dimiliki kementerian bidang ekonomi dan keuangan.
Pembentukan badan ini juga merupakan upaya agar menteri yang terindikasi tunduk pada Jokowi tidak mengodos-odos penerimaan dan pembelanjaan anggaran negara.
Ibarat kata, “lembaga boleh dikelola bersama, rekening bank tetap di tangan presiden”.
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur