Dalam kaitan itu, juga terlihat persaingan yang tidak sehat akibat fenomena ” Matahari Kembar” dalam pemerintahan.
Mungkin ini akibat rencana pemilu 2029, khususnya terkait dengan mobilisasi dana.
Di satu pihak Prabowo meluncurkan inisiatif pembentukan Danantara untuk mengkonsolidasi aset dan pengelolaan BUMN.
Di lain pihak Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi yang dekat dengan Jokowi meluncurkan gagasan Koperasi Merah Putih.
Pendirian puluhan ribu koperasi secara top down (komando) ini meyalahi pakem pendirian suatu koperasi dan bisa mengalami kegagalan seperti KUD era Suharto.
Abnormalitas ini menggarisbawahi bahwa pendirian koperasi ini bukan dijadikan alat untuk memperkuat ekonomi rakyat, tapi untuk bangun saluran “bansos” berkedok bantuan modal koperasi bagi kepentingan Pemilu 2029.
Mendagri Berulah
Belum tuntas kasus pertambangan nikel di Raja-raja Ampat, lagi-lagi Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian terlibat dalam pemindahan status 4 pulau milik Provinsi Aceh Darusalam menjadi milik Provinsi Sumatera Utara yang heboh.
Tanpa bertele-tele Prabowo Subianto 14 Juni 2025 mengambil alih kisruh pemindahan status 4 pulau milik Provinsi Aceh Darussalam.
Ulah para menteri titipan Jokowi ini seperti berkejar-kejaran dengan perubahan konstelasi politik sejak Wakil Presiden diminta lengser oleh purnawirawan.
Sebelumnya Presiden Prabowo melalui Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman juga melakukan intervensi dengan berkeras mewujudkan kebijakan kemandirian pangan, khususnya beras.
Kebijakan Mentan untuk menutup keran impor beras, konon diprotes oleh Wapres (belakangan Mentan bilang yang dimaksud adalah Jusuf Kalla).
Padahal hubungan Jokowi dengan mafia beras yang berpangkalan di Pasar Induk Beras Cipinang selama ini sangat dekat.
Mereka diijinkan impor beras sebagai imbalan sumbangan beras untuk bansos saat Jokowi ber kampanye.
Tugas Berat Prabowo
Setelah itu untuk mewujudkan kemandirian pangan, Presiden Prabowo menempatkan Mayjen TNI Novi Helmy Prasetya sebagai Dirut Bulog.
Presiden seharusnya juga melakukan penggantian pejabat Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang konon masih dikuasai para mafia beras.
Kini tugas berat Prabowo adalah membenahi tata kelola pertambangan yang telah dihancurkan oleh kebijakan Jokowi sebelumnya, khususnya nikel.
Secara makro ekonomi diketahui bahwa sektor pertambangan yang malang melintang di Indonesia tidak memberi kontribusi terhadap penerimaan negara yang signifikan, karena korupsi dan pembebasan pajak.
Diusulkannya Bahlil Lahadalia sebagai menteri ESDM bukan untuk membenahi tata kelola ESDM, tetapi bisa jadi sebagai upaya menutup kasus penyelundupan nikel ke Cina yang diduga dilakukan oleh Keluarga Jokowi.
Seperti diketahui ketika ada larangan ekspor nikel mentah, sebanyak 5,3 juta ton nikel (2021-2022) dan 36 juta ton nikel (2023-2024) telah diselundupkan ke Cina yang nilainya kalau dihitung adalah sebesar 9.900 T rupiah.
Amburadulnya Tata Kelola Hutan
Tugas berat kedua adalah pembenahan tata-kelola kehutanan. Penunjukan Siti Nurbaya sebagai menteri kehutanan dan lingkungan hidup selama dua periode pemerintahan Jokowi telah menyebabkan kehancuran hutan yang parah.
Manipulasi yang dilakukan Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan selama ini menuntut audit total atas kebijakan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan hidup satu dekade terakhir.
Di tangan Dirjen ini pulalah alih fungsi lahan menjadi konsesi pertambangan yang merusak lingkungan terjadi.
Pelepasan lahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit dan pertambangan yang ugal-ugalan telah melahirkan gunjingan bahwa Kementerian Kehutanan adalah Kementerian Perusakan Hutan.
Banyak tata-batas kawasan hutan lindung dan Taman Nasional telah dibobol oleh Dirjen ini.
Perlu Menata Infrastruktur
Tugas berat ketiga presiden adalah membenahi sektor infrastruktur yang selama ini banyak menyimpan kebijakan laten yang kontradiktif.
Mereka bisa membangun infrastruktur tetapi tidak mengalokasikan dana operasi pemeliharaan yang cukup.
Dikhawatirkan Kementerian Pekerjaan Umum hanya mensustain kerusakan infrastruktur agar terus dapat melanjutkan proyek-proyek pembangunan infrastruktur.
Pembangunan infrastruktur di negeri ini seperti mentabukan pengawasan dan evaluasi.
Padahal dalam merencanakan infrastruktur perlu dijawab dulu tentang urgensi, volume, dan dampak sosial dan ekonominya.
Angka jumlah bendungan yang fantastik dibangun oleh Kemen PUPR (target 259 bendungan selesai pada 2025), menyisakan pertanyaan besar apakah keputusan ini sudah mempertimbangkan petani sasaran dan daerah irigasinya.
Ulah Menteri Usulan Parpol
Last but not least, beban berat Presiden Prabowo Subianto bukan saja datang dari menteri titipan Jokowi, tetapi juga menteri Kabinet Merah Putih usulan parpol pendukungnya.
Salah satu contoh misalnya Mendiktisainristek Satriyo Soemantri yang paling awal diberhentikan.
Kini Prabowo Subianto perlu mengevaluasi Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dalam pemberian ijin pelepasan kawasan hutan.
Karena di samping POLRI, Kementerian kehutanan tercatat sebagai kementerian yang tidak melakukan Reformasi sejak 1998.
Saat ini lahan hutan di Papua kembali dibabat demi pembangunan food estate seluas lebih dari 2 juta hektar untuk tanaman padi dan tebu.
Syamsuddin Arsyad atau Haji Isam diberi kepercayaan menggarap Proyek Strategis Nasional (PSN) di lokasi bekas food estate yang gagal sebelumnya.
Kementerian Kehutanan juga mengijinkan adanya konsesi pertambangan di Pulau Kei Besar yang dikatagorikan pulau kecil menurut undang-undang.
Konsesi pertambangan yang lagi-lagi diberikan kepada Haji Isam ini jelas melanggar hukum.
Kebijakan kontroversial juga dilakukan oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang telah melakukan manipulasi sejarah, khususnya terkait kerusuhan jelang Reformasi.
Kebijakan ini mencerminkan kebijakan yang tidak berpihak pada korban Tragedi Kerusuhan Mei 1998, khususnya yang mengalami pemerkosaan brutal.
Penutup
Pekerjaan rumah Presiden Prabowo Subianto ini sangat berat, apalagi mempertimbangkan Wakil Presiden yang lemah dan sekarang sedang dituntut untuk mengundurkan diri.
Presiden harus benar-benar mendengar aspirasi publik dalam membuat kebijakan dan tidak cukup menjamu dan merangkul aktivis yang selama ini berpotensi menggerakkan civil society. ***
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur