3. Menunjukkan Pelaku yang Terencana dan Tenang
Tindakan merekayasa TKP membutuhkan tingkat ketenangan dan perencanaan yang tinggi.
Ini bukanlah ciri-ciri kejahatan yang dilakukan karena emosi sesaat (crime of passion).
Pelaku yang mampu menciptakan locked-room mystery biasanya memiliki karakteristik:
Terencana: Niat untuk membunuh dan mengelabui sudah ada sebelum eksekusi.
Sangat Hati-hati: Mereka berusaha keras untuk tidak meninggalkan jejak (sidik jari, DNA, dll).
Mengenal Korban atau TKP: Seringkali pelaku memiliki pengetahuan tentang kebiasaan korban atau tata letak lokasi, yang memudahkannya melakukan rekayasa.
4. Pesan Simbolik yang Tersembunyi
Seperti dalam kasus yang dianalisa oleh Bambang Widjojanto, cara TKP direkayasa seringkali mengandung pesan simbolik. Lakban di wajah adalah contoh sempurna.
Meskipun tujuannya adalah mengarahkan pada kesimpulan bunuh diri yang "aneh", pemilihan lakban itu sendiri adalah sebuah pesan—sebuah statement tentang pembungkaman.
Ini adalah lapisan komunikasi kedua yang ditujukan kepada lingkaran korban atau pihak lain yang dianggap "perlu" menerima pesan tersebut.
Bagaimana Investigasi Membongkarnya?
Kriminolog dan investigator yang berpengalaman dilatih untuk bersikap skeptis.
Mereka menggunakan prinsip "Kontradiksi Forensik" untuk membongkar skenario palsu ini.
Beberapa hal yang mereka cari adalah:
Luka yang Tidak Sesuai: Apakah luka di tubuh korban konsisten dengan skenario bunuh diri? Misalnya, luka tembak di punggung tidak mungkin dilakukan sendiri.
Luka lebam karena perlawanan (luka defensif) di tangan korban akan membantah narasi bunuh diri yang tenang.
Posisi Benda yang Janggal: Apakah posisi senjata atau alat yang digunakan masuk akal?
Misalnya, jika seseorang gantung diri, apakah kursi yang digunakan untuk naik berada di posisi yang logis?
Bukti Mikroskopis: Jejak serat kain dari pakaian pelaku, jejak sepatu yang samar, atau DNA asing yang tertinggal di bawah kuku korban bisa membongkar kebohongan di TKP.
Analisis Psikologis (Psychological Autopsy): Penyelidik akan mewawancarai keluarga dan teman untuk memahami kondisi mental korban sebelum meninggal.
Jika korban tidak menunjukkan tanda-tanda depresi atau niat bunuh diri, maka skenario tersebut menjadi sangat mencurigakan.
Kesimpulan
Jadi, ketika seorang kriminolog menyebut sebuah kasus sebagai "Locked-Room Mystery", ia tidak sedang berbicara tentang keajaiban.
Ia sedang menyatakan bahwa pelaku adalah individu yang cerdas, licik, dan terencana, yang telah berusaha sekuat tenaga untuk menjadikan TKP sebagai kebohongan terbesar dalam kasus tersebut.
Tugas investigator adalah menjadi lebih cerdas dari pelaku dan mampu membaca "kebenaran" di antara kebohongan yang telah disusun rapi.
[VIDEO]
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Kalah Telak! Anak Buah Prabowo Ungguli Mr J PSI di Pilkada Serentak
Pemkot Surabaya Gandeng Densus 88, Ini Alasan dan Tujuannya
Prabowo Izinkan Jokowi Diadili? Ini Kata Pengamat Soal Sinyal Purbaya
Viral! Disdik Sumut Buka Suara Soal Siswi SMAN 1 Gunung Sitoli Dilarang Ujian Gara-gara Tunggakan SPP