POLHUKAM.ID - Muhammad Fuad Riyadi alias Gus Fuad Plered resmi menjalani sanksi adat di Kota Palu, Minggu (20/7/2025), atas ujaran kebencian terhadap Tokoh Agama Sulawesi Tengah, Habib Saggaf Bin Muhammad Al Jufri atau Guru Tua.
Prosesi adat bertajuk Libu Potangara Nu Ada tersebut digelar oleh Badan Masyarakat Adat (BMA) Provinsi Sulawesi Tengah di Banua Oge Souraja, Jl Pangeran Hidayat, Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat.
Sanksi adat itu dipimpin langsung Ketua Dewan Majelis Adat Kota Patanggota Ngata Palu, Arena JR Parampasi.
Hadir pula pihak pelapor, Arifin Sunusi, serta para perwakilan dewan adat dari 46 kelurahan se-Kota Palu.
Sanksi adat atau Givu Nu Ada terhadap Fuad Plered merupakan hasil putusan Dewan Majelis Adat pada sidang 10 April 2025 lalu.
Sanksi ini dijatuhkan sebagai bentuk pemulihan nilai-nilai adat serta menjaga marwah dan harmoni dalam masyarakat Suku Kaili.
Berikut tujuh denda adat yang harus dipenuhi Fuad Plered:
1. Lima ekor sapi, sebagai simbol tanggung jawab besar.
2. Lima mata guma (parang adat), lambang kesiapan menjaga dan mengayomi.
3. Lima kain putih (pes gandisi), melambangkan kesucian niat dan ketulusan.
4. Lima mangkuk putih (ntonga tubuh putih), simbol keterbukaan dan kedamaian.
5. Lima piring bermotif kelor, sebagai pengharapan dan kekuatan kehidupan.
6. Lima dula pompo, perlengkapan adat bernilai spiritual.
7. Sudakah atau uang sedekah, bentuk tanggung jawab sosial kepada kaum dhuafa dan rumah ibadah.
Ketua Dewan Majelis Adat, Arena JR Parampasi mengatakan, Fuad telah melaksanakan kewajiban sebagai To Sala atau pihak terlapor sesuai keputusan adat.
“Beliau sudah menjalankan sanksi secara lengkap, dan kami menerima dengan ikhlas. Ini bagian dari komitmen bersama menjaga kearifan lokal,” ujarnya.
Diketahui, sanksi kepada Fuad Plered tersebut diberikan atas ujaran kebencian, penghinaan dan fitnah yang dilakukan oleh Fuad Plered terhadap Guru Tua.
Kronologi Kasus Fuad Plered Diduga Hina Guru Tua: Pelaporan Polisi, Klarifikasi dan Permintaan Maaf
Pengasuh Ponpes Roudlotul Fatihah Fuad Riyadi (Gus Fuad Plered) diduga menghina Guru Tua yakni Habib Idrus bin Salim Aljufri sekaligus pendiri organisasi Islam Alkhairaat.
Polemik berawal dari usulan gelar pahlawan nasional pada Guru Tua.
Gus Fuad Plered menganggapnya tak memiliki nilai historis, dan sosoknya dinilai tidak memiliki kontribusi signifikan pada perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Fuad Riyadi melontarkan kata "monyet" dan "pengkhianat" yang oleh banyak pihak dialamatkan pada Guru Tua. Ia langsung mengklarifikasi ucapannya tersebut.
Awal kronologi dugaan penghinaan ini bermula dari sebuah perbincangan atau diskusi yang ditayangkan lewat channel YouTube pribadinya.
Kronologi Fuad Plered Diduga Hina Guru Tua
Maret 2025
Video perbincangannya yang diduga mengandung penghinaan beredar luas di media sosial.
Reaksi dan Kecaman
Pernyataan ini viral memicu gelombang protes dan kecaman keras dari keluarga besar Alkhairaat dan para pengikutnya, organisasi Nahdlatul Ulama (NU) Sulawesi Tengah, dan tokoh-tokoh masyarakat lain.
Pelaporan Polisi
Beberapa orang dan kelompok dari Alkhairaat melaporkan Fuad Riyadi ke Polda Sulawesi Tengah atas dugaan penghinaan dan ujaran kebencian.
Klarifikasi dan Permintaan Maaf
Fuad Plered memberi klarifikasi dan menyampaikan permintaan maaf atas ucapannya yang kontroversial. Namun dinilai tak cukup meredam kemarahan berbagai pihak.
Sanksi Adat
Dewan Adat setempat menjatuhkan sanksi adat padanya berupa denda penggantian hewan.
Desakan Proses Hukum
Pengurus Besar (PB) Alkhairaat mendesak pihak kepolisian tetap memproses hukum kasus ini meskipun Ia sudah meminta maaf dan menerima sanksi adat.
Pemeriksaan Saksi
Polda Sulawesi Tengah mulai mengusut kasus ini dan sudah memeriksa sejumlah saksi soal dugaan penghinaan.
Tuntutan Warga Alkhairaat
Ribuan warga Alkhairaat melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Sulawesi Tengah menuntut Fuad Riyadi segera ditangkap dan diadili.
Mereka membawa berbagai spanduk dan menyuarakan "Bela Guru Tua harga mati!".
Seruan PBNU dan MUI
Pengurus Besar NU (PBNU) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta semua pihak menahan diri, tak terprovokasi dan menyerahkan penanganan kasus pada aparat penegak hukum.
"Ini kan sama-sama umat Islam, sesama umat Nabi Muhammad jadi harus bisa menahan diri. Jangan saling menjatuhkan dan saling menyerang," ucap Ketua PBNU Ahmad Fahrurrozi di Jakarta pada Jumat, 11 April 2025.
Sumber: Tribun
Artikel Terkait
Daripada Jadi Rumah Hantu, NasDem Beri Prabowo Dua Pilihan Pahit Soal IKN
Bukan Kriminalisasi, Kasus Tom Lembong Murni Proses Hukum
PSI Pakai Jokowi Agar Melejit
Berapa Kekayaan Pangeran Arab Sleeping Prince yang Meninggal usai Koma 20 Tahun?